Faire une Pause - Timeout - Rehat

The blog contains mainly my reading activity, -- in broader sense, it includes watching film for example -- experience and my personal appreciation on what I read. Basically, I will read books in one of the three (so far) languages: Indonesian, English, French, then I will write the comment on other language than the text I read, at least I'll try to do so.

o

Wednesday, January 25, 2006

Le château blanc Orhan Pamuk: Misterius


[Le château blanc. Novel Orhan Pamuk. Pertama kali diterbitkan di Turki tahun 1985 dengan judul Beyaz Kale. Pertama kali diterbitkan di Prancis tahun 1996, oleh Gallimard. Buku yang saya baca adalah edisi Folio buku ini, terbit tahun 1999 juga oleh Gallimard. Tebal buku: 259 halaman. Edisi bahasa Inggris buku ini berjudul The White Castle]

***

Turki lagi? Sayup-sayup terdengar nada sedikit protes pembaca blog ini. Ya, Turki lagi. Tapi janji, ini yang terakhir bulan ini. Sehabis ini kita akan meninggalkan Turki, kembali ke Barat ke Prancis, bertemu dengan François Weyergans, kemudian belok ke masa lalu ke Mississippi menemui William Faulkner, untuk kemudian kembali ke masa kini bertemu dengan Ian McEwan.Bulan Februari nanti, kita kembali ke Istanbul, kembali ke Orhan Pamuk, dengan Mon nom est rouge (My name is red) dan Le livre noir (The black book) Mungkin kita bakal jalan-jalan lebih ke timur lagi untuk bertemu dengan Murakami. Bagaimana?



***

Novel ini bersetting Turki pada masa Ottoman, pada masa sultan Mehmet IV yang berkuasa dari 1648 sampai 1687 (Saya bertanya-tanya, apakah Mehmet itu terjemahan Mahmud ya?) Pada tahun 1683, Sultan berusaha menaklukkan Vienna. Usaha penaklukan Vienna di bawah sultan Mehmet IV ini adalah usaha kedua selama sejarah Ottoman, usaha pertama dilakukan pada masa sultan sebelumnya, Sulaiman the Magnificent, pada tahun 1529, yang menemui kegagalan. Pemerintahan sendiri dipegang oleh Le Grand Vizir Melek Ahmed Pasha (1588-1662).

Novel ini dibuka oleh sebuah bab Pengantar yang ditulis oleh seorang ensiklopedis fiktif bernama Farouk Darvinoglou. Ia menemukan manuskrip yang berisi kisah pada masa Mehmet IV ini pada tahun 1982. Dalam bab ini diceritakannya bagaimana ia berusaha melakukan pengecekan atas fakta-fakta sejarah dalam manuskrip ini. Salah satu yang ia lihat adalah karya Evliya Celebi. Akhirnya manuskrip ini kemudian diterbitkan dengan judul Le château blanc, judul yang dipilih oleh penerbit. Kemudian berlangsunglah novel yang menurut Darvinouglou ini adalah kisah dalam sebuah manuskrip tua.

Narator novel ini adalah seorang Italia, dari Venice. Ketika kapalnya dalam perjalanan dari Venice ke Napoli, kapalnya diserang oleh armada Turki. Ia ditangka, dijadikan budak, dan dibawa ke Istanbul. Kemampuannya dalam astrologi, matematika, dan sedikit kedokteran menyelamatkannya dari kebanyakan kerja budak.
Di Istanbul, ia bertemu dengan seorang Turki yang sangat mirip dengannya. Sang narator kemudian mengajarkan banyak hal pada orang Turki ini, disebut Le Maître dan bekerja sama dengannya. Sultan dan Pasha memberi mereka beberapa proyek mulai dari pembuatan jam, kembang api, memerangi epidemi yang berkembang, sampai senjata mutakhir yang akan digunakannya untuk menaklukkan musuh yang tangguh (kemungkinan Vienna).

Kemiripan sang narator dan Le Maître diangkat oleh Pamuk menjadi simbol yang menarik. Simbol Oriental-Oksidental yang bekerja sama dan bertukar-tukar identitas. Pembaca akhirnya dibiarkan dalam kemisteriusan kedua tokoh ini, dan dipersilakan untuk menerka simbol yang dibawanya.

Kemiripan narator bukan pertama kali kita jumpai di dalam novel-novel Pamuk. Kemiripan ini muncul di seluruh novel Pamuk yang telah saya baca, Snow dan La vie nouvelle. Di Snow, narator dan temannya Ka memiliki kesamaan. Dalam La vie nouvelle kita disuguhi kemiripan narator dan Mehmet. Saya belum yakin dengan maksud Pamuk menampilkan kemiripan narator dengan tokoh lain. Mungkinkah ia ingin menyampaikan bahwa narator dan tokoh lain itu sebenarnya tokoh yang sama? Mungkin saja.

Le château blanc disampaikan dengan cara bercerita yang lancar dan lurus-lurus saja. Tak ada kejutan-kejutan yang dapat kita rasakan ketika kita membaca La vie nouvelle. Narasi disampaikan lebih lurus, tak banyak, atau tak kental lanturan-lanturan narator. Akibatnya, pembacaan mungkin terasa lebih datar dan sedikit kejutan.

Namun demikian, Pamuk selalu saja punya kecendrungan untuk membiarkan pembacanya tersesat untuk kemudian digiring kembali ke jalur yang ia inginkan. Hal ini menimbulkan sensasi lebih mendalam bagi para pembacanya.

Saya belum sempat melakukan verifikasi beberapa kejadian yang disebut-sebut dalam novel ini. Misalnya, soal epidemi yang diperangi oleh sang narator. Benarkah ia terjadi? Lalu, soal astrolog bernama Husseyn Efendi yang dihukum oleh sultan, benarkah ada? Bagaimana dengan benteng putih sasaran serangan sang sultan dengan senjata buatan narator? Pertanyaan-pertanyaan itu penting untuk dijawab, untuk dapat menjawab apakah novel Le château blanc ini merupakan novel sejarah yang menyajikan sejarah atau hanya sebuah novel yang mengambil setting sejarah yang belum tentu benar adanya. Tapi, terlepas dari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu, novel ini telah dapat dinikmati dan layak untuk dibaca dan dibaca ulang.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Tuesday, January 24, 2006

Orhan Pamuk dan Bernard Lewis: Satu Cerita, Beda Sisi, Beda Hasil

Hari Senin lalu, pengadilan Turki memutuskan untuk membatalkan proses Pamuk. Proses yang sudah diundur dari Desember lalu menjadi Februari, akhirnya dibatalkan sama sekali.

Tak perlu disebutkan lagi, karena sudah banyak dimuat di blog ini, bahwa Pamuk terancam hukuman penjara atas wawancaranya di sebuah surat kabar Swiss tentang genocide Armenia. Ia menyebutkan bahwa 1 juta Armenia dan 30 ribu Kurdi tewas, tapi hanya dia yang berani bicara.

Bebasnya Pamuk segera disambut baik oleh Brussels. Sebagai pengingat juga, sejumlah senator Uni Eropa dikirim untuk mengawasi proses Pamuk ini. Mereka bahkan mengancam akan menunda negosiasi masuknya Turki ke Uni Eropa karena proses ini.


Sekarang, mari kita simak mengapa Uni Eropa begitu peduli dengan kasus ini. Apakah karena proses ini mengancam kebebasan berpendapat?

Lihat petisi yang ditandatangani oleh penulis-penulis Eropa soal ini:

"Au nom du principe constitutionnel de liberté d'expression en vigueur dans les pays de l'Union européenne que la Turquie aspire à rejoindre, nous demandons au gouvernement turc de cesser toute poursuite contre Orhan Pamuk et de le protéger contre les menaces de mort dont il est victime depuis février 2005."

"Atas nama prinsip konstitusional kebebasan berekspresi yang berlaku di negara Uni Eropa di mana Turki berniat untuk bergabung, kami meminta pada pemerintah Turki untuk menghentikan seluruh tuntutan terhadap Orhan Pamuk dan melindunginya dari seluruh ancaman mati yang dideritanya sejak Februari 2005."

Para penulis itu menuntut pembatalan proses atas nama kebebasan berekspresi.

Hanya saja, mau tak mau saya ingat dengan proses Bernard Lewis soal Armenia ini. Tanggal 16 November 1993, wawancara dengan Bernard Lewis diterbitkan oleh Le Monde.

Ini kutipannya:

(Pourquoi les Turcs refusent-ils toujours de reconnaître le génocide arménien ?
_ Vous voulez dire reconnaître la version arménienne de cette histoire ? Il y avait un problème arménien pour les Turcs, à cause de l'avance des Russes et d'une population anti-ottomane en Turquie, qui cherchait l'indépendance et qui sympathisait ouvertement avec les Russes venus du Caucase. Il y avait aussi des bandes arméniennes _ les Arméniens se vantent des exploits héroïques de la résistance _, et les Turcs avaient certainement des problèmes de maintien de l'ordre en état de guerre. Pour les Turcs, il s'agissait de prendre des mesures punitives et préventives contre une population peu sûre dans une région menacée par une invasion étrangère. Pour les Arméniens, il s'agissait de libérer leur pays. Mais les deux camps s'accordent à reconnaître que la répression fut limitée géographiquement. Par exemple, elle n'affecta guère les Arméniens vivant ailleurs dans l'Empire ottoman. " Nul doute que des choses terribles ont eu lieu, que de nombreux Arméniens _ et aussi des Turcs _ ont péri. Mais on ne connaîtra sans doute jamais les circonstances précises et les bilans des victimes.
Pendant leur déportation vers la Syrie, des centaines de milliers d'Arméniens sont morts de faim, de froid... Mais si l'on parle de génocide, cela implique qu'il y ait eu politique délibérée, une décision d'anéantir systématiquement la nation arménienne. Cela est fort douteux. Des documents turcs prouvent une volonté de déportation, pas d'extermination.)
(Le Monde, 16 November 1993)

Saya tak punya waktu untuk menerjemahkan potongan artikel itu. Intinya, Bernard Lewis tidak menolak bahwa sesuatu yang mengerikan telah terjadi saat itu, dan banyak orang Armenia, dan juga Turki, jadi korban. Tapi untuk menyebut itu suatu genocide, harus ada bukti bahwa ada politik eksplisit dari otoritas Turki saat itu untuk menghilangkan secara sistematis bangsa Armenia.

Lalu Bernard Lewis dibawa pengadilan atas wawancaranya di atas itu. Di pengadilan, dia dinyatakan kalah. Tak ada hukuman penjara,
hanya denda 1 Franc saja. Itu yang membedakan pengadilan Turki dengan pengadilan Prancis mungkin.
Begini kalimat para hakim sewaktu memutuskan hukuman bagi Bernard Lewis.

("Cette liberté connaît toutefois une limite : celle de la responsabilité. Celle-ci veut que, en vertu de l'article 1382 du code civil, celui qui commet une « faute » et cause un dommage à autrui se doit de le réparer. Comme les autres, peut-être même plus qu'un autre, l'historien se doit de dire la vérité, rien que la vérité. Et, en l'espèce, toute la vérité. Or, écrit le tribunal, « c'est en occultant des éléments contraires à sa thèse que le défendeur a pu affirmer qu'il n'y avait pas de ``preuve sérieuse`` du génocide arménien ». Le jugement cite notamment la déclaration, en 1985, de la sous-commission de l'ONU chargée de la répression et la prévention du génocide, la résolution du Parlement européen du 18 juin 1987, ou encore les travaux du colloque international de Paris d'août 1984... Autant d'éléments qui, s'ils ne constituent pas des positions indiscutables, se doivent en tout cas d'être mentionnés, rappelle le tribunal, et interdisent, quoi qu'il en soit, d'accréditer l'idée que « la réalité du génocide ne résulterait que de l'imagination du peuple arménien ».)
(Le Monde, 23 Juni 1995)

Intinya lagi, kebebasan itu ada batasnya: tanggung jawab. Seorang sejarawan harus mengatakan kebenaran, dan hanya kebenaran. Mengatakan bahwa genocide Armenia merupakan hasil imajinasi rakyat Armenia adalah sesuatu yang melanggar hukum.

Kelihatan bedanya bukan? (Jangan tanya saya, nanti saya ngamuk!)

***

Ironisnya dari cerita ini apa coba? Saya itu fans beratnya Orhan Pamuk, dan senang dia dibebaskan. Di lain pihak, Bernard Lewis bukanlah seseorang yang saya fans-i. Saya betul-betul menyayangkan aktivitas non-literer Pamuk dengan pernyataannya soal Armenia, tapi di lain pihak, seandainya dia tidak melakukannya, apa saya bisa kenal dengannya? Bisa begitu mengaguminya?

Kalau karena artikel di blog ini saya mengalami kesulitan, misalnya kena denda satu Euro, para pembaca blog ini mau kan mengirimi saya 1 Euro dan kartu selamat?


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Sunday, January 15, 2006

Berkenalan dengan sejarah Turki La Turquie : De l'Empire ottoman à la République d'Atatürk (2/2)

Judul: La Turquie : De l'Empire ottoman à la République d'Atatürk
Penulis:Thierry Zarcone
Penerbit: Gallimard
Seri: Decouvertes Histoire
Tebal: 160 halaman , termasuk annex.
Tahun: 2005

Modernisasi Ataturk
Sebagian besar rakyat Turki mendukung modernisasi Ataturk ini. Meski beberapa kalangan menyesalkan reformasi yang dianggap terlalu radikal. Kalangan tersebut misalnya menyayangkan dilarangnya sufisme.

Lalu apa sebenarnya modernisasi Ataturk itu? Apa yang ia bawa bagi rakyat Turki saat itu? Selain reformasi Islam yang disampaikan dalam bagian pertama , modernisasi memberikan beberapa dampak positif. Pertama-tama, wanita diberi hak pilih dalam pemilu. Itu terjadi pada tahun 1934. Sebelumnya, pada tahun 1926 terjadi revolusi familial di mana wanita diberi hak lebih dalam tatanan keluarga, dan poligami berhasil dilarang. Tahun 1935, delapan belas perempuan duduk di parlemen.

Dalam hal bahasa, revolusi pun dilakukan. Beberapa kata serapan bahasa Arab dihapuskan dan diganti dari kata-kata yang ditemukan dari budaya Turki. Tahun 1931, berdiri Asosiasi filsuf Turki. Sejak tahun 1926, konservatorium musik memberikan prioritas pada musik barat. Dunia sastra mengalami revolusi karena bahasa Arab dihapus sama sekali. Puisi-puisi klasik Turki seperti Yunus Emre atau sufi Mevlana dibaca ulang, dihilangkan sisi metafisiknya, dan dijaga sisi universalitasnya. Akhirnya, pemerintah Ataturk juga melakukan proyek besar-besaran penerjemahan sastra Barat ke Turki.

Turki Pasca Ataturk

Ismet Inonu, mantan tangan kanan Ataturk yang kemudian berpisah dengannya karena konflik, menggantikan posisi kepresidenan Ataturk segera setelah yang terakhir ini wafat, tepatnya pada tahun 1938. Ia banyak melanjutkan apa yang telah dijalankan Ataturk.Selama perang dunia II, ia pada awalnya menjaga kenetralan Turki. Turki menjaga hubungan baik dengan Prancis, Inggris, dan Soviet, tapi tetap berhasil menandatangani pakta non-agresi dengan Jerman nazi. Bulan Februari 1945, Turki akhirnya masuk ke dalam kancah peperangan dengan berada di pihak sekutu. Setelah perang dunia II berakhir, Turki memperoleh keuntungan dari Marshall

Pasca Perang Dunia II, Turki kembali ke dalam demokrasi multi partai. Model multi partai ini berharga mahal bagi Inonu yang kehilangan kursi kepresidenannya pada tahun 1950, setelah kalah dalam pemilu. Partai Demokrat memenangkan pemilu tersebut dan mantan mentri masa Ataturk Celal Bayar menjadi presiden.

Di bawah presiden yang baru ini, Turki semakin dekat dengan Amerika Serikat. Ini ditandainya dengan bergabungnya Turki ke dalam NATO pada tahun 1952, yang sekaligus menandai berakhirnya politik anti imperialisme. Tahun 1957, rudal jarak menengah Amerika ditempatkan di wilayah Turki.

Inovasi besar dilakukan oleh partai ini dalam hal posisi Islam. Islam kembali muncul di sekolah-sekolah, peraturan yang melarang azan dalam bahasa Arab dihapus, dan sekolah untuk para imam kembali dibuka. Meski demikian sekularisasi di lain pihak tetap dijaga. Pelarangan penyerangan terhadap citra dan memori Ataturk dibuat.

Munculnya kembali Islam ke permukaan politik Turki ini mendorong hadirnya kembali sastra Islam, yang diwakili oleh penyair Necip Fazil. Beberapa aliran sufisme juga mengambil kesempatan untuk kembali hadir. Di lain pihak, filsafat barat pun tumbuh subur, terutama dengan hadirnya eksistensialisme Husserl. Meskipun suasana kebebasan muncul, karya-karya sastrawan marxist Nazim Hikmet tetap dilarang, meski yang bersangkutan dibebaskan dari penjara.

Partai demokrat ini mendapatkan tekanan dari partai Inonu dan bekas partai Ataturk. Untuk mengatasi tekanan-tekananan ini, partai demokrat banyak bekerja sama dengan kalangan Islam sambil menambah kecendrungan sikap politiknya otoriter. Tahun 1955, negosiasi pemerintah dengan Inggris dan Yunani soal Siprus mendapat banyak tentangan, dan bahkan menghasilkan kekacauan dengan banyaknya perusahaan-perusahaan Yunani di Turki dirusak. Masalah ini membesar, dan Inonu -- dibantu militer di belakangnya -- berhasil menguatkan posisi oposisi. Kemudian posisi penguasa diperburuk lagi oleh inflasi dan krisis ekonomi.

Akhirnya, dengan dibantu militer, tahun 1960 partai demokrat digulingkan oleh Inonu. Presiden Celal Bayar dihukum mati, tapi kemudian memperoleh keringanan menjadi hukuman seumur hidup. Meski Turki tetap menganut demokrasi, tapi sejak saat itu militer mendapatkan posisi yang istimewa. Berkali-kali militer melakukan intervensi politik Turki selama masa ketidakstabilan sejak tahun 1960.

Pada tahun 1960 ini pulalah muncul partai kiri pertama Turki, partai buruh, yang dihuni oleh terutama para intelektual, penulis, dan dosen universitas. Meski demikian marxisme tetap dilarang dan sensor terhadap penyair Nazim Hikmet tetap berlangsung. Karya-karya Che Guevara dilarang, bahkan buku André Malraux, L'Espoir tetap mengalami sensor.

Kesulitan-kesulitan ekonomi yang melanda Turki kemudian diakhiri oleh munculnya Perdana Mentri Turgut Ozal (1983-1993). Ia berhasil menarik Turki dari krisi ekonomi yang menyulitkan Turki dan menganut sistem ekonomi ultra liberal. Model ekonomi yang Turki tiru lebih dekat pada model liberal a la Amerika ketimbang model sosial Eropa.

Posisi Islam di masa Turgut Ozal semakin diperkuat. Di bawahnya, bank Islam dari Arab Saudi diizinkan untuk berdiri. Partai-partai politik Islam pun muncul, tapi tetap berada di bawah naungan sekularisme. Tayyip Erdogan, walikota Istanbul, muncul dari partai politik Islam, yang sangat moderat, akhirnya menjadi perdana mentri setelah pemilu tahun 2002.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Saturday, January 14, 2006

Hidup Baru bersama Orhan Pamuk


[La Vie Nouvelle (The New Life/Hidup Baru), novel Orhan Pamuk, pertama kali diterbitkan di Turki dengan judul Yeni Hayat 1994. Diterbitkan di Prancis oleh Gallimard tahun 1999. Penerjemah: Munevver Andac. Tebal 312 halaman]

Suatu hari, aku membaca sebuah buku, dan seisi hidupku berubah. Sejak lembar-lembar awal, kurasakan kekuatan nan luar biasa dari buku itu sehingga kurasakan tubuhku terpisah dari kursi di mana aku duduk dan sekaligus dari meja didepanku.

Begitulah dua kalimat dari novel La Vie Nouvelle karya Orhan Pamuk ini. Buku yang diterbitkan tahun 1994 di Turki ini tentu berperan serta bagi penghargaan dari pemerintah Turki atas karyanya 1998 (penghargaan itu ditolaknya, karena ia khawatir tidak lagi dapat menjaga jarak dengan pemerintah). Saat ini penulis terancam hukuman penjara oleh pemerintah yang sama, atas wawancaranya yang menyinggung genocide Armenia 1915.

Ini novel kedua Orhan Pamuk yang saya baca, setelah Snow yang saya baca bulan lalu. Dibandingkan dengan Snow, novel ini mengambil bentuk dan gaya yang lebih postmodernisme kata banyak pengritik sastra. Hal itu disebabkan oleh plot dan karakter yang tidak menjadi ciri utama novel, dan narasi tidak disampaikan secara story telling dan pembaca disuguhi oleh setengah saja pengetahuan. Cukup di sini penggunaan kata-kata yang besar seperti postmodernisme dan story telling, half knowledge, khawatir nanti saya bercerita sesuatu yang saya tak pahami maksudnya.

Membaca La Vie Nouvelle kita dibawa oleh penulis berkeliling Turki pedalaman, kebanyakan dengan menggunakan bus, mengenali interaksi Turki dengan dunia Barat, masyarakatnya, bioskop, film, kedai teh, pemangkas rambut, dan tak lupa alam-indahnya. Dari perjalanan satu ke perjalanan lain, dari dialog satu ke dialog lain, dari orang satu dan orang lain, kita bisa menyaksikan Ataturk ditempel di setiap dinding-dinding di seluruh Turki, Coca cola yang mulai menggantikan minuman setempat, dan permen-permen yang mulai menggantikan karamel lokal. Kita temui banyak orang, mulai dari dokter, seorang pengacara, pemotong rambut, petugas pos, sampai penulis cerita untuk anak-anak. Semua disajikan dengan penyampaian yang indah dan humor yang satir.

Coba lihat ceritanya tentang sebuah kisah anak-anak berjudul Petrev dan Peter karya penulis bernama Rifki. Petrev digambarkan sebagai seorang Turki yang berkelana ke Amerika dan menemui Peter. Petrev bersama Peter kemudian bekerja sama sebagai koboy yang berkesadaran Turki. Atau lihat ceritanya tentang sebuah jam cuckou yang alih-alih berbunyi kuku kuku, ia mengeluarkan bunyi 'Oh bangganya menjadi seorang Turki'.

Seperti di Snow, kita juga temui di sini kisah cinta termasuk kecemburuan di dalamnya. Juga seperti di Snow, kisah cinta yang sepertinya dibuat sengaja superfisial, menemukan alasan keberadaannya hanya bila seluruh novel telah dicerna. Berbeda dengan di Snow, pembaca La Vie Nouvelle akan mudah dibuat tersesat untuk beberapa saat kemudian digiring kembali ke dalam cerita.

***

Narator adalah seorang mahasiswa muda bernama Osman atau Ali, tergantung konteks cerita. Suatu hari ia bertemu seorang wanita cantik bernama Djanan*, yang kecantikannya dilukiskan bak malaikat, mahasiswi arsitektur. Osman jatuh cinta pada Djanan. Suatu ketika, Osman melihat Djanan membaca sebuah buku, yang kemudian ia dapatkan pula dari sebuah penjual buku tak jauh dari kampus mereka.

Buku itu bercerita tentang hidup baru yang dapat diraih oleh seseorang. Hidup baru yang tampaknya dapat diraih dengan melakukan perjalanan-perjalanan dari satu bus ke bus yang lain. Dari satu kota ke kota lain di seluruh penjuru Turki. Osman berketetapan untuk melakukan perjalanan-perjalanan bus itu, apalagi ketika ia mendapatkan Djanan memiliki serupa rencana.

Tapi, Djanan terlanjur jatuh cinta pada Mehmet. Seorang lelaki yang ia kenal dan juga telah membaca buku yang sama. Ia sempat bertemu dengan Osman, dan ia memperingatkan Osman yang hendak melakukan perjalanan-perjalanan seperti dalam buku bahwa perjalanan-perjalanan itu bisa merenggut jiwanya. Tak lama setelah pertemuan ini, Mehmet kemudian secara misterius menghilang. Osman melihatnya dibunuh oleh seseorang dengan menggunakan revolver, tapi anehnya tak seorangpun merasa melihat kejadian itu, meski pembunuhan dilakukan di tengah hari di tengah kerumunan orang banyak.

Dalam perjalanan-perjalanan bus mereka, belasan bahkan puluhan film mereka tonton. Ketika muncul adegan percintaan, sering muncul keheningan yang mencekam antara mereka berdua. Siang, malam, selama tiga bulan mereka berpindah-pindah dari bus satu ke bus lain, mengalami kecalakaan bus satu ke kecelakaan bus lain, berganti-ganti identitas, untuk meraih satu tujuan menemukan Hidup Baru. Beberapa kali mereka harus menginap di hotel dan berbagi kamar, tapi setiap kali Djanan menolak untuk bercinta dengan Osman. Ia terlalu mirip dengan Mehmet, begitu alasannya.

Sampai suatu ketika mereka bertemu dengan seseorang yang disebut-sebut sebagai dokter Lenfin. Seorang kolektor buku, jam, dan senjata. Ia juga seorang revolusioner yang hendak melakukan apa saja untuk mencegah pembaratan masyarakat Turki. Ia juga berniat untuk membunuh siapa saja yang telah membaca buku yang sama dengan buku yang dibaca Osman (yang saat itu telah berubah menjadi Ali) karena dianggapnya merusak moral. Ia telah menyebar berbagai agen rahasia yang diberi nama sandi merek-merek jam. Seiko, agen terbaiknya, sering menimbulkan rasa takut bagi Osman.

***

Membaca novel La Vie Nouvelle ini begitu mengasyikkan. Perjalanan-perjalanan imajiner dengan narator yang terobsesi Hidup Baru ini menjadikan kisah-kisah tersampaikan begitu menawan. Humor yang menertawakan resistensi masyarakat Turki terhadap dunia barat, dan juga sebaliknya membuat novel ini tak dapat dilepaskan begitu mulai dibaca.

Di lain pihak, buku ini juga menyadarkan saya bahwa mungkin saya salah dalam cara membaca Snow. Seharusnya saya pahami Snow sama seperti membaca sebuah novel kontemporer (saya sudah berjanji untuk tidak menggunakan kata postmodernisme).

Buku ini memantapkan pendapat saya bahwa Orhan Pamuk adalah seorang penulis besar, terlepas dari kegiatan ekstra literernya, ia layak untuk mendapat seluruh hormat dan penghargaan yang ia telah raih dan akan terus ia raih.

*Djanan berarti juga tuhan/dewa


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Friday, January 13, 2006

Berkenalan dengan sejarah Turki La Turquie : De l'Empire ottoman à la République d'Atatürk (1/2)


Judul: La Turquie : De l'Empire ottoman à la République d'Atatürk
Penulis:Thierry Zarcone
Penerbit: Gallimard
Seri: Decouvertes Histoire
Tebal: 160 halaman , termasuk annex.
Tahun: 2005

Buku berjudul La Turquie : De l'Empire ottoman à la République d'Atatürk adalah buku kecil berguna untuk perkenalan sejarah Turki. Orang sering memandang salah Turki. Ada yang menganggap bangsa Turki adalah bagian dari ras Arab. Ada yang menganggap Turki adalah negara berasas Islam, dengan segala fantasi seputarnya. Begitu orang-orang tersebut datang ke Istanbul kemudian mereka dikejutkan dengan kemodernan Turki. Tapi, di lain pihak, Istanbul mungkin tidak menggambarkan Turki sepenuhnya.

Saat ini Turki tengah dalam negosiasi dengan uni Eropa untuk bergabung ke dalamnya. Statusnya sebagai negara yang berpenduduk sebagian besar beragama Islam menimbulkan rasa takut bagi banyak warga Eropa. Demikian pula dengan anggapan bahwa Turki tidaklah demokratis, dan pengaruh militer begitu kuatnya.

Ketika bicara sejarah Turki, samar-samar kita mendengar nama Ataturk yang di Indonesia dikenal sebagai tokoh modernis yang agak menakutkan, sering dikarikaturisasi dengan digambarkan sebagai orang yang mengganti azan dari bahasa Arab ke bahasa Turki. Samar-samar pula kita melihat bagaimana Turki menjadi sekutu penting Amerika Serikat, sejak dari bergabungnya ke NATO sampai peran pentingnya dalam perang Irak.

Namun, bila kita hendak masuk lebih dalam dan menepis seluruh stereotipe dari kedua belah pihak, mungkin kita akan menemukan Turki yang menarik. Jadi hewan apakah Turki itu sebenarnya?

Buku La Turquie : De l'Empire ottoman à la République d'Atatürk memperkenalkan pembacanya pada sejarah Turki.Buku ini dibagi tiga bagian, Ottoman dan Turki Muda, Ataturk, dan Pasca Ataturk. Karena keterbatasan referensi, kebanyakan nama tidak akan diterjemahkan, tetap dijaga versi Prancis.

Masa Ottoman (1071-1918)

Sejarah Ottoman dimulai sejak kekalahan Byzantine di perang Malazgirt 1071 oleh bangsa Turki yang secara kebudayaan dekat dengan Iran. Di awal abad XII, Konya menjadi kota maju negara yang baru ini. Orang Eropa menamai wilayah negara baru ini dengan nama "Turchia". Pada abad XII dan XIII ini khalifah Turki menerapkan syariah Islam beraliran hanafiah, dan beberapa mesjid dan madrasah didirikan di kota Nicée, Konya, Sivas, dan Kahraman. Pada masa ini pula dikenal sufi terkenal Jalaludin Rumi (meninggal 1273), dan Sadruddin Konevi murid Ibn Arabi.

Kerajaan baru ini kemudian diruntuhkan oleh invasi Mongol, dan dari reruntuhan kesultanan ini kemudian muncul Osman Oglu, cikal bakal Ottoman.

Di akhir abad XIII, Osman lalu kembali melakukan serangan terhadap Byzantine, dan berakhir dengan runtuh totalnya Byzantine ditandai dengan jatuhnya Konstatinopel tahun 1453 di bawah sultan Mehmet II. Pada saat itu, sebagian Eropa Timur seperti Bulgaria, Serbia, dan Bosnia telah jatuh ke tangan Turki Osmani. Kejayaan dinasti Osmani ini menjadi sangat signifikan di bawah Sulaiman the Magnificent (1520-1566). Di bawahnya, Arab, Yaman, Irak, dan sebagian Mesir dikuasai. Ia bahkan berusaha menduduki Vienna tahun 1529, namun tak pernah berhasil.

Kehidupan keberagamaan, terutama Islam, pada zaman ini dibagi menjadi empat aliran. Yang pertama, yang menerapkan syariat Islam. Kemudian, golongan sufi. Ketiga, orang-orang yang masih menjaga tradisi lama mereka tapi tetap memeluk Islam superfisial. Keempat, filsuf Islam yang mengadopsi ide-ide Avicenna dan Averroes dari Andalusia.

Akhir abad XVI, dinasti mulai menunjukkan kemundurannya. Tahun 1683, Vienna kembali dicoba untuk ditaklukkan, namun kembali gagal. 1699, Hongaria dan kemudian Bulgaria lepas. Kekalahan-kekalahan ini ditambah dengan ancaman kekuasaan bangsa Rusia membuat dinasti ottoman berpaling ke Eropa untuk bekerja sama, terutama di bidang militer. Prancis menjadi sahabat dinasti, dan bahasa Prancis mulai dipelajari di Turki.

Interaksi dengan Eropa membuat Turki memodernisasi diri, dimulai dari masa Abdulhamid I (1774-1789), Selim III (1789-1807), dan dilanjutkan oleh Mahmud II(1808-1839). Pada masa Mahmud II ini agama mulai dijauhkan dari masalah-masalah kenegaraan, peran ulama di sekolah mulai dikurangi. Modernisasi itu kemudian semakin jauh di masa Abdulmecid I (1839-1861) yang mengeluarkan deklarasi hak manusia a la Turki yang memberikan kebebasan total beragama, dan diskriminasi berdasarkan agama, bahasa, dan etnis dilarang.Di bawah Abdulhamid II (1876-1908), Turki memiliki konstitusi dan parlemen. Meski demikian, pengaruh Sultan masih cukup besar dan Abdulhamid II dikenal sebagai pimpinan yang kuat.

Tahun 1908, Turki muda berhasil meraih kekuasaan. Mulai tahun 1911, krisis diplomatik melanda Turki. Mulai dari konflik Tripoli dengan Italia, dan perang dunia I melawan Prancis dan Inggris. Di masa inilah terjadi genocide Armenia yang terkenal itu, tepatnya pada tahun 1915. Genocide ini ditujukan untuk menghindari dukungan suku Armenia pada Rusia yang juga masuk ke dalam konflik dengan Turki. Tak kurang dari 800 ribu Armenia (menurut sejarawan Julian Mc Carthy) jadi korban. Tahun 1916, ketika Erzurum jatuh ke tangan Rusia, giliran milisi Armenia yang melakukan pembalasan pada muslim Turki.

Akhirnya, pada tahun 1918, dinasti Ottoman berakhir, dan Turki dikuasai oleh Prancis, Inggris, Italia, dan Yunani.

Masa Ataturk (1920-1938)
Antara tahun 1918-1919, sebagian wilayah Turki berada di bawah kontrol kekuatan asing, yakni Inggris, Prancis, dan Italia. Sultan Vahideddin Mehmed VI berada di bawah pengaruh kekuatan asing ini.
Pada tahun 1919, Yunani ikut menduduki wilayah Turki, yang merupakan pukulan besar. Pukulan lain kemudian muncul tahun 1920, ketika sultan menandatangani perjanjian Sevres, yang akan membatasi kekuasaan Turki hanya pada daerah Anatoli Sentral.

Mustafa Kemal, lahir tahun 1881, saat itu merupakan pahlawan muda perang . Kepatriotisannya pada perang 1916, membuatnya populer. Untuk mengurangi popularitasnya, Sultan mengirim Mustafa Kemal ke Samsun, dekat laut hitam. Di sana ia menggalang kekuatan nasionalis dan tahun 1919 dan berhasil menguasai parlemen di Ankara.Bahkan pada tahun 1921, konstitusi sementara berhasil dirampungkan oleh parlemen. Kekuatan Mustafa Kemal ini bercirikan anti pendudukan, dan karenanya merupakan tantangan langsung bagi kesultanan yang berkedudukan di Istanbul.

Istanbul bereaksi dengan memutuskan hukuman mati bagi Kemal. Sultan didukung oleh para pemuka agama yang bahkan mengeluarkan fatwa untuk membunuh Kemal. Namun, setelah perjanjian tahun 1920 di Sevres, kaum agama merasa dikhianatai dan berbalik mendukung Kemal. Lalu, Kemal kemudian mengambil kesempatan ini dan menggalang kekuatan religius untuk menentang kekuatan pendudukan. Tahun 1921 mulailah ia memimpin perang kemerdekaan. Prancis dan Italia telah menarik diri sebelum perang dimulai dengan dijanjikan berbagai kemudahan. Jadi, perang kemerdekaan lebih ditujukan kepada kekuatan Yunani. Kemenangan diraih oleh Turki dari Yunani, meski harus dibayar dengan harga yang cukup mahal. Tahun 1922, giliran kekuatan Inggris yang menarik diri pada bulan Oktober. Turki meraih kemerdekaan dan wilayahnya kembali. Armenia dan Kurdipun tak mendapatkan kemerdekaan mereka. Keduanya masih di bawah Turki.

Pada tahun 1922 itu pula, Mustafa Kemal menetapkan bahwa sultan hanyalah bersifat simbolis religius, tidak lagi kenegaraan. Sultan kemudian dipegang oleh Abdulmecid II, sultan terakhir Ottoman. Tahun 1923, Mustafa Kemal menjadi presiden.Tahun 1924, ia mengakhiri kesultanan, dan menetapkan konstitusi baru. Umat Islam Turki terkejut karena mereka kehilangan representasi.

Meski telah mengakhiri kekhalifahan, Mustafa Kemal masih harus menghadapi tantangan dari rekan-rekannya sendiri selama perang yang tidak setuju dengan pelarangan kekhalifahan itu. Ia juga masih harus menghadapi pemberontakan Kurdi, di bawah Syekh Said. Untuk mengatasi itu semua, Mustafa Kemal bertindak keras dan menjadi otoriter. Sejumlah koran dilarang dan beberapa partai dibubarkan.

Ideologi Kemalis mengambil bentuknya mulai tahun 1927 sampai 1931 untuk kemudian dimasukkan ke dalam konstitusi. Enam anak panah: republikanisme, nasionalisme, populisme, etatisme, sekulerisme, dan revolusionerisme. Tahun 1928 dihapuskannya dasar negara Islam dari konstitusi Turki.

Sepanjang tahun 1924 - 1935, beberapa reformasi terhadap Islam -- beberapa agak brutal -- dilakukan.1925 dibubarkannya pengadilan agama dan ditutupnya madrasah-madrasah. Sufi dilarang. Fez dan Turban dilarang. 1928 huruf arab diganti dengan huruf latin. 1932 azan harus dilakukan dalam bahasa Turki. 1934, nama keluarga diharuskan mengadopsi Eropa. Sejak saat itulah Mustafa Kemal menjadi Ataturk. Tahun 1935, hari Minggu menjadi hari libur.

Mesti diingat bahwa Ataturk tak bertujuan untuk menghapuskan Islam. Ia ingin memisahkan Islam dari kehidupan publik. Tapi, ia tak pernah dilarang, hanya dikontrol oleh negara.

Tahun 1938, Ataturk meninggal.
(Bersambung)



Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Monday, January 09, 2006

André Masson at Malmaison Cannes


Our son, my wife, and I visited André Masson (1896 - 1987) exhibition at Malmaison, Cannes last Sunday (january 8th 2006).
The exhibition shows Masson's works on some illustrated edition of books, that is, special edition of books --usually very limited-- that include some illustrations.

We can find in the exhibition 17 lithography books. There are two novels of André Malraux, L'Espoir (1948) and Les Conquerants (1949) . We also can find some illustrations for two famous French poets Arthur Rimbaud and Stephane Mallarmé works, respectively Une saison en enfer and Un coup de dés, both were produced in 1961. We preferred the Un coup de dés illustration than the other. There is also a book written by the painter himself, Voyage à Venise that is a récit of his trip to Venise. The illustrations of St Marco and Venise canals are very interesting and make them our favorites.


André Masson was known as a surrealist painter and interacted a lot with André Breton at the very beginning of the surrealist movement although they separated due to some conflicts afterwards. The exhibition however showed only his works after the world war II. Masson himself was one of many artists exiled to United States during the world war II.




A short documentary film was played in the last exhibition room showing how the painter worked. Some of his works in exhibition were in the film.

Finally, we bought the catalog of the exhibition. It is a book of 159 pages that are well prepared, however not all illustrations from Voyage à Venise are included.



***
From the catalog:

1896 - André Masson was born on January 4th in Balagny-sur-Thérain in the Oise departement.

1912-193 - André Masson pursues his study in Paris at l'Ecole nationale supérieure des Beaux-Arts. He then makes a visit to Tuscan and stayed some times in Switzerland.

1921 - André Masson becomes friends with the Catalan painter, Joan Miro.

1923 - First encounter with surrealism and becomes fiend of André Breton. The latter one publishes the first Manifeste de Surrealism.

1929 - Masson breaks away from the surrealists and from André Breton, whom he finds too dogmatic.

1931 - Masson takes part, alongside De Chirico, Dali, Ernst, Miro, and Picasso in the exhibition Newer Super Realism at Wadsworth Museum in Hartford, Connecticut.

1932 - First exhibition of Masson's work in New York. He meets the writer George Wells and the actor Charlie Chaplin.

1934 - 1936 -Masson sets up home on the Costa Brava, in Catalonia in Spain.

1936 - 1937 - Masson's works figure in the exhibition entitled: Fantastic Art, Dada, Surrealism at the MOMA in New York

1937 - André Malraux publishes L'Espoir. Masson becomes closer to surrealist again.

1940 - Exile to United States. He joins André Breton, Marcel Duchamp, Benjamin Péret, Jacques Hérold.

1942 - In New York, Masson takes part in the Artists in Exile exhibition at the Pierre Matisse Gallery and in First Papers of Surrealism at the Madison Avenue Gallery.

1943-1944 - Masson definitively splits up with André Breton.

1945 - Masson returns from the United States.

1946 - Masson produces the sixty-eight lithographs for André Malraux L'Espoir (and then published in 1948?)

1948 - Masson illustrates Les Conquérants by André Malraux.

1949 - Masson starts work on the illustrations for Un coup de dés by Stéphane Mallarmé.

1951 - Masson regularly stays in Venise.

1953 - An exhibition of Masson's lithographs is organised at Louisville University in the United States.

1961 - Realisation of Une Saison en Enfer by Arthur Rimbaud.

1963 - Publication of lithography for Marcel Proust, Scrupule de délicatesse (not in Cannes exhibition).

1966 - Nelly Kaplan's film A la source, la femme aimée is released inspired by André Masson erotic drawings. The death of André Breton.

1967 - Retrospective at the Musée des Beaux Arts Lyon.

1973 - André Masson takes part in the André Malraux exhibition at the Maeght Foundation.







Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Friday, January 06, 2006

Requiem for a nun, William Faulkner

[Requiem for a nun, William Faulkner. Vintage International, April 1971 (245 pages). First published by Random House Inc. 1951]

Untuk memudahkan penyebutan, saya menyebut Requiem for a nun dalam post ini sebagai novel, meski sebenarnya ia adalah naskah drama.

***

Novel ini adalah sequel dari novel Sanctuary, diterbitkan 20 tahun setelah novel itu, tapi menceritakan Temple Drake 8 tahun setelah kejadian yang menimpanya di novel tersebut.

Setelah proses peradilan Goodwin selesai, Temple berangkat ke Prancis, dan Gowan Stevens menyusul untuk akhirnya menikahi Temple dan melakukan bulan madu di Prancis Selatan. (Untuk pengingat, terakhir kali Gowan bertemu Temple adalah pada malam terjadinya kekerasan, di tempat Goodwin). Temple kemudian resmi menjadi Mrs. Stevens dan sebagai bukti penyesalan atas tindak lakunya, Gowan tidak pernah lagi menyentuh alkohol.

Delapan tahun kemudian, Temple berusia dua puluh lima, pasangan itu memiliki dua anak. Anak bungsunya masih bayi, berusia delapan bulan, ketika ia dibunuh oleh pelayan negro mereka, Nancy Mannigoes.

Cerita sendiri dimulai pada pukul 5 sore, 13 November, di pengadilan Jefferson, Yoknapatawpha County, daerah tradisional cerita Faulknerian. Saat itu Nancy sedang di pengadilan untuk tuduhan melakukan pembunuhan anak pasangan Stevens. Pengadilan memutuskan hukuman mati atas pembunuhan yang ia lakukan itu.

It is the sentence of this court that you be taken from hence back to the county jail of Yoknapatawpha County and there on the thirteenth day of March be hanged by the neck until you are dead. And may God have mercy on your soul.

Begitulah, Nancy dijadwalkan untuk dihukum mati 13 Maret tahun berikutnya.

Dua hari sebelum hukuman mati dilaksanakan, 11 Maret, Temple kembali dari California ke Jefferson, dengan tujuan menyelamatkan Nancy dari hukuman gantung. Bersama dengan seorang pengacara bernama Gavin Stevens, paman Gowan Stevens, mereka berusaha agar hukuman tidak dilaksanakan. Mengapa Temple menyelamatkan Nancy? Karena menurutnya Nancy adalah satu-satunya orang yang berbicara dalam bahasa Temple, dan bukan dalam bahasa Mrs. Stevens.

Untuk menyelamatkan Nancy, Gavin Stevens dan Temple mengunjungi kediaman the governor tengah malam. Temple hendak menceritakan hal-hal baru dalam kasus Nancy ini. Ternyata, di kediaman the governor, Temple tak mampu menceritakan hal-hal baru. Ia lebih banyak bercerita tentang kejadian yang menimpanya delapan tahun yang lalu, penderitaannya, tapi juga bagaimana ia menikmati masa penculikannya oleh Popeye. Dari ceritanya yang tak eksplisit ini, samar-samar kita dapat menemukan bahwa jauh di hati terdalam Temple, ia merasa pembunuhan anaknya sebagai sesuatu yang wajar. Ia bahkan yakin bahwa ialah yang membunuh anak itu, delapan tahun yang lalu, saat ia pergi naik mobil dengan suaminya, Gowan Stevens. Samar-samar pula kita merasakan kehadiran Pete, laki-laki yang dikirimi surat-surat cinta oleh Temple.

***

Requiem for a nun sebenarnya bukanlah sebuah novel. Ia adalah naskah drama, terdiri dari tiga babak. Tiap babak disertai prosa panjang masing-masing belasan halaman berisi sejarah Jefferson, berdirinya kota Jefferson dari sebuah settlement , berkembangnya kota, dan juga sejarah penjara kota Jefferson, tempat Nancy ditahan.

Prosa-prosa yang mengawali setiap babak yang tidak ada hubungan langsung dengan para tokoh hadir sebagai simbol bahwa masa lalu tidaklah dapat hilang begitu saja. Masa lalu Jefferson, membentuk masa kininya, sebagai mana masa lalu Temple membentuk terbunuhnya bayinya, oleh satu-satunya orang yang dapat mengertinya.

***

Saya pikir, Requiem for a nun tidak dapat dibaca secara independen, ia harus dibaca setelah Sanctuary untuk dapat mengerti latar belakang cerita. Banyak orang menganggap Requiem for a nun ini bukanlah karya yang baik. Saya tidak setuju. Buat saya, novel ini disajikan dalam bentuk yang menarik. Bentuk yang dipilih Faulkner mengentalkan tema cerita, yakni masuk ke dalam psikologi Temple, korban tindak kekerasan seksual.

Karakter Temple menempati pusat cerita dengan jelas, tidak seperti dalam Sanctuary di mana ia harus bersaing dengan Benbow.

***

Requiem for a nun kemudian diadaptasi menjadi sebuah drama, bukan lagi novel, oleh Albert Camus, sastrawan Prancis terkemuka. Judul dramanya adalah Requiem pour une nonne. Tadinya saya berminat untuk menyaksikan pentas Requiem pour une nonne, tapi sampai sekarang masih belum ada kepastian apakah saya akan nonton teaternya atau tidak (6-10 Januari di Theatre National de Nice).


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Sunday, January 01, 2006

Janvier, Demandez le programme

[Victor Hugo photo in one of his biography, this one is written by Max Gallo, a highly-reputated French historian. Photo taken from amazon]

Pada tanggal 1 januari 1862, Victor Hugo dalam pengantar Les Miserables menulis:

Selagi masih ada, baik itu karena hukum atau norma yang berlaku, vonis sosial yang secara artifisial menciptakan neraka-neraka di tengah masyarakat, dan merumit-rumitkan fatalitas takdir manusia yang ilahiah.
Selagi tiga masalah abad ini, degradasi hidup manusia karena proletariat, terkoyaknya perempuan oleh kelaparan, memburuknya anak-anak oleh malam, tidak terselesaikan.
Selagi masih mungkinnya kesesaknafasan sosial di beberapa tempat.
Dengan kata lain, dan dari sudut pandang yang lebih besar lagi, selagi di atas bumi ini masih ada ketidakpedulian dan kefakiran, buku semacam ini dapatlah kiranya tidak tak berguna.

(Tant qu'il existera, par le fait des lois et des moeurs, une damnation sociale créant artificiallement, en pleine civilisation, des enfers, et compliquant d'une fatalité humaine la destinée qui est divine; tant que les trois problèmes du siécle, la degradation de l'homme prolétariat, la décheance de la femme par la faim, l'atrophie de l'enfant par la nuit, ne seront pas résolus; tant que, dans certaines régions, l'asphyxie sociale sera possible; en d'autres termes, et à un point de vue plus étendue encore, tant qu'il y aura sur la terre ignorance et misère, des livres de la nature de celui-ci pourront ne pas être inutiles).

Bulan Januari 2006. Apa rencana baca? Les Miserables nya Hugo tentu saja. Ceritanya mau balapan dengan terbitnya versi Indonesia buku ini. Sudah mulai dari beberapa hari yang lalu, dan entah kapan selesainya. Akhir bulan? Tebal buku 1900-an membuat lambat pembacaan, jelas dong. Lalu, bahasa yang indahnya Hugo memaksa pembacaan harus hati-hati, agar bisa lebih dinikmati.

Kemudian, masih sisa dari tahun lalu, Requiem for a nun nya William Faulkner. Sudah mulai baca, dan seperti layaknya karya Faulkner, ini juga akan mengambil waktu lama (Sanctuary yang 311 halaman mengambil waktu lebih dari satu minggu).

Selain itu, bulan ini ada minimal sebuah nonfiksi yang akan saya baca De l'Empire ottoman à la République d'Atatürk , sejarah Turki dari kerajaan ottoman sampai ke republik Kemal Ataturk.

Setelah itu masih ada Trois jours chez ma mére nya Weyergans. Ada dua fiksi anglo-saxon yang akan saya baca selanjutnya. Dua fiksi 2005-an. Pertama-tama Saturday nya Ian McEwan dan kedua The Kite Runner nya Khaled Hosseini.

Terakhir, kalau masih sempat, saya bakal baca buku kecil tentang psikoanalis, Introduction à la psychanalyse de Freud nya Michel Dethy.

Seandainya saya masih survive dengan semua buku di atas itu, kemungkinan saya bakal baca kumpulan cerpennya Faulkner, yang di dalamnya ada Rose for Emily, cerpen favorit saya. Cerpen-cerpen lainnya musti menarik.


Read more/ Suite / Selengkapnya!