Faire une Pause - Timeout - Rehat

The blog contains mainly my reading activity, -- in broader sense, it includes watching film for example -- experience and my personal appreciation on what I read. Basically, I will read books in one of the three (so far) languages: Indonesian, English, French, then I will write the comment on other language than the text I read, at least I'll try to do so.

o

Friday, October 28, 2005

Mengapa saya tertarik pada La Methode Mila?

Buku La Methode Mila tiba-tiba menarik perhatian saya, dan agaknya berhasil memaksa saya untuk segera membelinya. Mengapa saya tiba-tiba tertarik? Karena saya baca kutipannya di lire.fr. Ceritanya mestinya sederhana, orang yang sangat percaya pada Descartes tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan pahit hidup, dan mulai tidak percaya pada Descartes.

Saking tertariknya, saya coba terjemahkan cuplikan itu.
Berikut ini cuplikannya:


Tak lain karena Bung dan saya memiliki keserupaan, yakni mengalami penyiksaan, Anda oleh raja Louis, para orang yang mengaku bijak, dan para Jesuit,sedang saya oleh ibu saya, yang dapat terpuaskan hanya bila saya merasa tak nyaman; karena orang-orang jahat dan fanatik memaksa kita melarikan diri -- Anda ke Egmond, saya ke Moissy --, mengurung Anda dalam pemanas, sedang saya dalam kamar saya.Karena kita, ya Anda dan saya, sama dalam hal ketidaksukaan pada sesuatu yang terlihat rumit dan dalam selera akan ketenangan (ketenangan sosial, maksud saya). Karena baik Anda maupun saya merasakan ketidakmanusiawiannya rasa sepi akibat penarikan diri kita. Karena kita berdua sama-sama sering bersua dengan seorang wanita bernama Christine, punya Anda cantik dan berdarah bangsawan, punya saya buruk dan ibu rumah tangga; karena tidaklah berlebihan bila dikatakan Christine yang Anda maupun yang saya menginginkan kematian kita, dan boleh dikatakan semacam berhasil mendapatkannya; karena kita bersama menganggap udara Paris berbahaya karena merajalelanya kegandrungan orang atas ketidakpuasan dan karenanya tak habis-habisnya menyebar kebohongan. Karena Anda menyatakan bahwa akal setiap orang adalah sama, dan oleh karenanya saya berhak untuk berpikir bahwa akal sayapun sama dengan akal Anda dalam hal lebar dan kemampuan penetrasinya. Akhirnya, karena Anda mendorong semua orang meruntuhkan semua otoritas untuk memberi kesempatan berdirinya sang Akal -- izinkan saya di sini meruntuhkan otoritas yang Anda pegang -- , karena seluruh alasan di atas membuat kita berdua bersaudara, saya nyatakan di sini dengan penuh rasa persaudaraan: Pikirkan baik-baik, Bung: Anda salah, salah berhadap-hadapan dengan dunia ini, salah berhadap-hadapan dengan saya.

Anda dapat dikatakan salah dalam mematematisasi dunia ini -- di mana Anda adalah dirijennya -- Karena Bung, Anda berpayah-payah mematematisasi dunia ini dengan semangat keserbasisteman yang membutakan. Lihatlah sekarang, kita dijajah oleh angka, kuota, grafik dan algoritma yang hanya berguna untuk melahirkan ketakjuban dan paradoksnya semua itu adalah hal terbesar yang menghalangi kemampuan berpikir kita.

Anda dapat dikatakan salah telah menulis, dengan luar biasa arogan, kebodohanan yang harus diterima begitu saja bahwa semesta kita seperti putaran angin. Jika benar adanya bahwa dia seperti putaran angin, Bung, maka yang Anda maksud mungkin kosmologi Anda dan bukan jiwa kita.

Jiwa manusia itu penuh kekerasan.

Anda dapat dikatakan salah telah menyatakan, nyaris tanpa bukti, bahwa hewan adalah sesuatu yang murni mekanis tanpa jiwa. Padahal, percayalah pada saya, Basile, kucing saya tidaklah mekanis, lihatlah bagaimana ia bangun pagi dengan menunjukkan keeleganannya yang tak terbantahkan, tak tersembunyikan bahwa ia memiliki jiwa di seluruh bagian tubuhnya, terutama langkahnya, bahwa ia dapat menerka situasi hati saya dari suara saya , dan tak pernah ia menyematkan keraguan sistematis kevulgaran dan kegandrungan berlebihan pada cinta subtil pada saya yang tak henti ia akui.

Dan karena baru saja saya menyebutkan keraguan, benda yang telah membuat Anda sukses, izinkan saya, Bung, mengajukan keberatan berikut ini: jika keraguan hanya berarti mengakui kebenaran setelah melalui proses panjang lagi berat, maka ia terlihat seperti, maafkan kebrutalan saya, upaya untuk mendobrak pintu yang terbuka. Dan bahwa Anda menciptakan gonjang-ganjing dengan pengulangan yang diformulasikan dengan filosofis yang kental ini, taklah sepenuhnya mengejutkan saya, saya harus akui. Memang akan selalu demikian adanya. Manusia memiliki kegandrungan khusus pada hal-hal pengulangan yang apalagi ketika ia diformulasikan dengan saus kental filosofi.

Tapi, tanpa keraguan, yang paling parah dari semua itu, adalah menyatakan supermasi akal sehat atas rasa, dan kemugkinan menyuntikkan abstraksi yang dingin ke dalam hati manusia (sama dinginnya, tak bisa tidak, saya harus menyampaikannya, dengan ekspresi Anda di dalam potret Anda yang dibuat oleh Frans Hals yang menggambarkan jiwa Anda: tak ada yang membara, tak ada yang menawan, sangat tertutup dan tak ada keinginan tuk berbagi, mimik yang tawar, dahi yang datar, hidung yang vulgar, seperti kepuasan seorang bourgeois, sang bourgeois mungkin akan mengeluarkan permen karet dari mulutnya untuk diletakkan pada istana di gambar itu untuk fotografi; wajah Madame Mila tepat berkebalikan dengan wajah Anda), yang paling parah, saya bisa katakan, bahwa sampai sejauh itu Anda menafikkan dari manusia kemelankolian, seleranya akan ketragisan, pergolakan dan ketidakterdugaan dalam diri, singkatnya, sampai sejauh itu ketidakmengertian Anda bahwa manusia itu dibuat dari bahan yang busuk dan rusak.

Untuk seluruh alasan di atas, alasan pribadi ataupun general, yang telah saya kutipkan di atas, dan alasan lain yang akan saya bangun dalam lain kesempatan, saya putuskan untuk melaksanakan tugas megalomanis dan mungkin mustahil untuk melakukan penolakan butir demi butir filosofi Anda.

Pada siapa lagi saya harus mengajukan tesis filosofis saya ini selain pada Anda, Anda yang tak henti-henti mendorong manusia untuk berpikir bebas dan membuang jauh resah risih rasa rusuh?

Jadi, dengan menjadikan Anda inspirasi, Bung Descartes, dengan ini -- meski sebelumnya saya telah tahu kekalahan saya -- saya nyatakan perang terhadap Anda.

Tapi, mungkinkah saya, Anda mungkin katakan, mendapatkan perang yang seimbang? Siapa lah saya ini yang berani-berani berhadapan dengan Anda yang terkenal di seluruh dunia?

Saya bukan apa-apa. Bukan siapa-siapa.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Thursday, October 27, 2005

Sekilas tentang penghargaan sastra di Prancis

Ada beberapa penghargaan buat sastra di Prancis. Yang paling terkenal biasanya memberikan hadiahnya pada bulan November, bulan depan. Pasti susah memberikan penghargaan, apalagi tahun ini selama bulan Juli/Agustus/September terbit hampir 700-an roman, dan sekitar 500 penulis.

Berikut ini sedikit tentang penghargaan-penghargaan:

1. Prix Goncourt
Paling bergengsi, karena paling tua. Didirikan oleh dua orang bersaudara Goncourt, tahun 1903. Saat ini, juri terdiri dari 10 orang, dengan Bernard Pivot adalah juri terakhir yang masuk ke Goncourt.
Pemenangnya mendapatkan uang sejumlah .... 10 Euro.
Pemenang paling terkenal prix ini adalah Marcel Proust, 1919.
http://www.academie-goncourt.fr/.


2. Prix Renaudot
Saingan terdekat Goncourt, sering disebut anti-Goncourt. Didirikan tahun 1926. Orang-orang biasa menyebut Renaudot hadir untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh para juri Prix Goncourt. Jumlah juri 10 orang, presidennya bergantian.
Tidak ada hadiah uang.
Pemenangnya tidak boleh pemenang
Prix Goncourt, Prix Renaudot, Prix Fémina, Prix Intérallié, Prix Médicis lima tahun terakhir.
Kecuali kalau seluruh juri setuju untuk melakukan sebaliknya.
Pemenang paling terkenal adalah Louis -Ferdinand Celine dan Louis Aragon.
http://www.renaudot.com/

3. Prix Femina
Didirikan tahun 1904 oleh 20 jurnalis wanita. Seluruh jurinya wanita untuk mengimbangi Goncourt yang mungkin memiliki kecendrungan maskulin. Saat ini jumlah jurinya 12.

4. Prix Intérallié
Didirikan tahun 1930 oleh 30 jurnalis pria. Seluruh jurinya adalah laki-laki, untuk bersaing dengan Prix Femina yang memiliki kecendrungan feminim...:-) Saat ini jumlah jurinya 10. Salah seorang juri adalah pemenang tahun sebelumnya.
(Bagaimana bila pemenangnya perempuan yah ?)

5. Prix Medicis
Didirikan tahun 1958. Menekankan pemilihan kepada penulis muda yang bergaya baru. Juga memberikan penghargaan pada penulis asing.

6. Goncourt Lyceen
Jurinya adalah anak-anak SMA yang disuruh membaca sastra dan memberikan penilaian. Jumlahnya ribuan.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Wednesday, October 26, 2005

Four Books Left for Goncourt and Six for Femina (Updated)

There was a small event on october 25th. The Academie Goncourt has selected further the candidates for Le prix de l'Academie Goncourt 2005. Then, the next day , Femina jury has also selected six books.

Pada 25 Oktober kemarin, Academie Goncourt memilih empat calon pemenang Le prix de l'Academie Goncourt 2005. Kemudian, keesokan harinya, juri Femina memilih enam buku finalis.

Le prix de l'Academie Goncourt 2005, the most prestigious prize for literature in France, will now be diputed by the following books. Le prix de l'Academie Goncourt 2005, penghargaan paling bergengsi kesusastraan Prancis, akan diperebutkan oleh:

* Falaises (Cliff/Tebing Karang) Olivier Adam

* La possibilité d'une île (The possibility of an island/Kemungkinan Pulau(???)) Michel Houellebecq

* Fuir (Flee/Kabur) Jean-Philippe Toussaint

* Trois jours chez ma mère (Three days in my mother house/Tiga hari di rumah ibuku) François Weyergan


The jury committee were asked to select three, but they selected four of eight.
Beside the number, the result is slightly surprising for me. I didn't think that Falaises and Trois jours chez ma mere would be able to go so far. So many people have talked about Fuir, and of course for the obligatory Houellebecq, but not the other two. I expected Pierre Assouline' Lutetia to be a finalist.

Juri sebenarnya diharapkan untuk memilih tiga buku, tapi mereka memutuskan untuk memilih empat dari delapan buku. Selain jumlah, hasilnya sendiri cukup mengejutkan buat saya. Saya tidak duga Falaises dan Trois jours chez ma mere akan pergi jauh. Banyak orang bicara tentang Fuir, dan yang tak terelakkan Houellebecq. Tadinya saya pikir Lutetia karya Pierre Assouline yang bisa jadi finalis.

In the meantime, the six books still in competition for prix Femina are. Sementara itu, enam buku yang dicalonkan untuk mendapatkan Femina:

* Bang, Bang! (Bang, Bang! Dor, Dor!) Christophe Donner
* Aujourd'hui (Today, Hari Ini) Colette Fellous
* Asiles de fous (Refuge for The Insanes, Kamp Orang Gila) Régis Jauffret
* Le Rire de l'orge (The Lough (ing?) of the orge, Gelak Tawa (?) Monster) Pierre Péju
* Une adolescence en Gueldre (An adolescence in Gueldre (?), Seorang Remaja di Gueldre(?) ) Jean-Claude Pirotte
* Trois jours chez ma mère (Three days in my mother house, Tiga hari di rumah ibuku),
François Weyergans

This does not really change my book shopping plan though. I thought of buying Fuir, I'll buy it next week.

Semua ini tidak mengubah rencana belanja buku saya jadinya. Saya berpikir untuk memiliki Fuir. Minggu depan saya bakal beli buku itu.

Link academie goncourt:
http://www.academie-goncourt.fr/


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Sunday, October 23, 2005

Le Médecin de Cordoue, Otobiografi Maimonide

Sudah dapat diduga, seperti halnya Le Livre de Saphir, buku Le Medecin de Cordoue ini juga merupakan bagian dari saga Andalusia buat saya.

Agak sulit menulis tentang buku ini, karena narasinya disampaikan agak membosankan, sehingga saya hampir tidak berniat untuk melakukan pengecekan ulang beberapa kalimat yang saya tidak mengerti. Dan di lain pihak, saya tidak terlalu tertarik untuk membacanya ulang, tidak sampai sejarah Andalusia bisa saya dapatkan dari buku nonfiksi.
Mungkin buku saya selanjutnya tentang Andalusia akan tentang sejarah Andalusia, tapi lebih akademis. Buku ini sendiri mengundang kontroversi, karena versi sejarahnya bagi beberapa orang dianggap subversif. Tapi, saya tidak mau membahas tentang kontroversi ini, paling tidak bukan sekarang. Saya hanya akan bahas jalan cerita saja.

Buku ini, Le medecin de Cordoue, atau Dokter dari Cordoba, berisi otobiografi -- fiktif tentu saja, -- Maimonide, seorang filsuf sekaligus dokter yahudi hidup di akhir abad XI dan awal abad XII.
Otobiografi yang ditulis dalam bentuk surat dari Maimonide kepada salah seorang muridnya, ditulis oleh Maimonide dari Fostat, Mesir beberapa tahun sebelum wafatnya, tahun 1204.

Otobiografi dimulai dari masa mudanya, di Cordoba, Andalusia. Saat itu, Cordoba digambarkan seperti kebanyakan cerita tentang Cordoba, yakni sebuah kota indah berkebudayaan tinggi di mana toleransi antar penganut agama Islam, Yahudi, dan Kristen, terselenggara dengan baik. Anak-anak muda, terutama Yahudi dan Islam, bersekolah di tempatnya masing-masing, membuat ilmu pengetahuan berkembang dengan baik.

Saat itu Maimonide muda digambarkan sebagai pemuda yang haus ilmu pengetahuan. Ia senang sekali bertandang ke tempat salah seorang pamannya, Joad, tukang daging. Dari dialah ia banyak belajar tentang hidup, dan terutama darinyalah ia dapat memuaskan keingintahuannya pada anatomi hewan.

Ia kemudian menemukan seorang filsuf besar Cordoba saat itu, dan mulailah ia berguru pada sang filsuf ini. Sang filsuf besar ini tak lain adalah Ibnu Rushdi, seorang filsuf Islam yang sangat dihormati oleh para pemikir Barat selanjutnya. Sang filsuf, tertarik dengan keingintahuan Maimonide, dengan sangat senang hati menerimanya sebagai murid. Dari Ibnu Rushdi, atau Averroes, ini ia banyak belajar mengenai matematika, asronomi, kedokteran, dan filsafat. Digambarkanlah, kemudian Maimonide belajar banyak dari sang filsuf.Darinya pula ia mengenal ilmu kedokteran yang pada waktu itu banyak didapat dari buku Ibnu Sina.

Saat itu, Cordoba sendiri berada di dalam ancaman dua kekuatan. Pertama, adalah ancaman dari Spanyol yang note bene Kristen. Dan, kedua, ini yang digambarkan lebih besar dan berbahaya, adalah ancaman dari Maroko, Al Mohad. Al Mohad digambarkan sebagai kekuatan fanatis Islam yang hendak mendirikan satu kalifah di bawah satu ajaran, ajaran Islam. Di bawah tekanan politik inilah, Maimonide dan Averroes hidup.

Averroes, digambarkan sebagai orang yang berpikir sangat bebas, tak dibatasi oleh doktrin-doktrin agama. Hal ini tidak disukai oleh rabbi Maimon, ayah Maimonide. Sang rabbi tidak lagi dapat mentoleransi kelakuan Maimonide yang melakukan pesta bersama Averroes dan murid-muridnya, dimana seorang budak wanita dilibatkan dalam pesta tersebut. Karena konflik dengan ayahnya inilah, Maimonide memutuskan untuk meninggalkan rumahnya, untuk pergi ke Toledo, dengan dukungan Joad dan Averroes.

Di Toledo, Maimonide menekuni lebih lanjut ilmu kedokteran di bawah Avensole, seorang dokter yang sangat mencintai ilmu kedokteran dan sangat senang bekerja dengan mayat-mayat manusia. Selama bersama Avensole, Maimonide bekerja pula di rumah sakit, di mana ia banyak menangani kasus-kasus secara langsung.

Beberapa tahun sejak kepergian Maimonide ke Toledo, Cordoba jatuh ke tangan Al Mohad, di bawah pimpinan Al Manshour. Di bawah kepemimpinannya, ia memerintahkan seluruh penduduk Cordoba untuk mengubah agamanya ke Islam, atau pergi meniggalkan Cordoba. Sementara itu, ia juga memerintahkan agar universitas Cordoba hanya mengajarkan ilmu-ilmu Al Quran. Sang penguasa bahkan membunuh pimpinan universitas yang tidak setuju, dan lagi memerintahkan pembakaran seluruh buku-buku ilmu sekular, terutama filosofis. Averroes sendiri mengungsi ke Almeria, sebuah kota laut di Andalusia. Ia mengungsi karena merasa terancam hidupnya, terutama karena bukunya Les Trois Imposteurs, Ketiga Pemaksa, atau lebih kuat lagi Ketiga Penipu yang mengandung kritik tajam pada tiga agama, Yahudi, Islam, dan Kristen. Sebelum Averroes mengungsi ke Almeria, ia sempat mengirimkan surat pada keluarga Maimonide, yang berisi kesediaannya untuk menerima keluar Maimonide di Almeria.

Keluarga Maimonide sendiri memutuskan untuk tinggal di Cordoba dan berpura-pura memeluk agama Islam. Satu ketika, hari itu Sabbat, pihak penguasa mengetahui Joad, sang paman tukang daging, tidak mau mengangkat pisau sesuai tradisi Sabbat. Joad lantas dihukum, ia dihukum digantung. Di pinggangnya, diselipkan pisau yang ia dapat gunakan untuk memotong tali gantungannya. Namun, untuk menghormati Sabbat, Joad memilih tidak menggunakan pisau tersebut. Kematian Joad ini mendorong keluarga Maimonide untuk mengungsi, dan Almerialah tempat tujuan mereka, tempat kediaman Averroes.

Cerita kemudian berlanjut di Almeria, di mana Maimonide dan adiknya David serta sang ayah Maimon, tinggal di kediaman Averroes. Kehidupan di Almeria cukup menyenangkan bagi mereka bertiga, tapi tentu saja mereka tak dapat melupakan Cordoba. Tak lama setelah Averroes meninggalkan Almeria untuk menikah lalu kemudian meninggal, mereka memutuskan untuk meninggalkan Almeria menuju Maroko, Fez. Di Fez ini mereka hampir saja dihukum mati karena kedapatan melakukan puasa di hari Kippour, hari besar Yahudi.

Akhirnya, mereka pindah ke Mesir, di tempat toleransi masih cukup terpelihara. Di Mesir inilah, Maimonide mengenal Saladin, seorang panglima perang Islam asal Irak yang sangat terkenal. Ia bertindak sebagai dokter dan juga teman dekat Saladin. Ketika Saladin berhasil mendapatkan Yerusalem, ia bahkan menghadiahkan Yerusalem pada Maimonide. Maimonide menolaknya, karena ia yakin anak-anak Saladin akan merebutnya kembali begitu Saladin wafat.

Begitulah, otobiografi Maimonide. Otobiografi ini seolah-olah hendak menunjukkan bahwa apa yang dikenal zaman keemasan Islam di Andalusia itu tidak ada. Al Mohad adalah rezim yang melakukan hukuman mati, dan anti ilmu pengetahuan. Averroes, digambarkan sebagai orang yang hampir atheis, karena menyebut ketiga agama sebagai penipu. Semua tentunya jadi bahan perdebatan.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Friday, October 21, 2005

Buku Prancis Tidak Ergonomis?

Prancis memang senang melakukan pengecualian buat dirinya sendiri. Kata l'exception française sering digunakan untuk menggambarkan itu. Dalam cara penulisan judul buku, apakah pengecualian itu tetap berlaku?
Lihat foto ini:


Ada tiga buku, Pintu, Livre de Saphir, Logic. Lihat bagaimana Livre de Saphir terbalik relatif terhadap dua buku lainnya. Menurut saya, penulisan semacam itu tidak ergonomis.
Tidak percaya? Ini ada foto satu lagi:


Sastra Bandingan, Reasoning About Plan, dan La prochaine fois. Lihat bagaimana La prochaine fois terbalik di banding yang lain.Nah, kali ini La prochaine fois jadi ergonomis, bukan?


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Tuesday, October 18, 2005

Revers de mémoire by Jack Boland

Baru saja saya selesai membaca buku Revers de mémoire atau secara harfiah Pemutarbalikan Kenangan karya Jack Boland yang kami beli di Festival de Livre Mouans Sartoux. Buku ini tentang kisah cinta yang tak lazim antara seorang penulis dengan seorang wanita cantik bernama Guerane yang memiliki dua bagian tubuh: satu bagian tua dan satu bagian muda.

Love is killing, sounds cliché, but a cliché could be boiled to an inspirative
story when creativity and imagination are present. That, at least, what I found in the Revers de Memoire book, written by Jack Boland. The novel was awarded a prize in 17e Festival de Livre Mouans-Sartoux, 2004, for his originality.


The protagonist who is also the narrator is a lonely writer living in a big house in Amiens.
He pens daily to write on his only friend, his intimate journal and the writing intermingled with his direct narration building the whole novel. It does not take that long however for the protagonist to finally find another friend.It is a man working in a local prefecture who comes giving him a visit braking his absolute loneliness. They then get to know each other and speak to each other, although it is actuallyXeno, the prefecture man, who talks more.

One day, not long after his first visit, Xeno revisits the protagonist with his sublime wife on his side. The woman is a sublime but quaint person who has two parts of body, the part that is brightly shinning of youth and the other part that is defiled of oldness. The woman- Guerane is her present name- showed her interests of the richness of the collection of the narrator and for that reason she rewards the protagonist another visit. She takes her time to read the intimate journal,and the journal immeasurably interests her. Her face full of happiness excites the protagonist and propels him to write the intimate journal for the only purpose: making her happy. He falls in love with her, he is fascinated of her, and the best thing is that it is true for her as well.

The love that they share together rediscovers her lost youth, and cures the oldness part of her body. By offering an exchange of Guerane and a pretty Greek dancer to Xeno for three days, the couple decides to leave the poor prefecture officer alone, and make a romantic trip together. The beach and the sea is the destination, where else should we go to enjoy life? The lady becomes younger everyday, in an absolutely unbelievable celerity , becomes younger one small year every great month. The protagonist - anonym until the end of the novel -must live with this, and does live with this, with the same fascination until the end.

The inner conflict of the protagonist, a lover, testifying the evolution of Guerane - that later becomes Eva, her name when she is young - day by day decorates nicely the interior of the novel. And, the beauty of the story lies there, in the freshness of the idea and on the way the story is narrated, poetic. In addition, the end of the story - I will not write it here-- is yet another beauty on its own.

The book is a nice romantic yet poetic book to read.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Sunday, October 16, 2005

Harold Pinter

The 2005 literature nobel prize winner, Harold Pinter, makes my list of interesting books becomes longer and longer. I don't know anything about him before. His newest book, Death etc seems interesting. But, Pierre Assouline in his blog
http://passouline.blog.lemonde.fr/livres/ mentions some of his works like Betrayal, Le Guardian (The Caretaker?), Ashes to Ashes, Le Retour (The Homecoming?) . He also mentions about a book that introduces us to his world: Autres voix of Bouchet-Chastel.
In Amazon I found two other interesting books: Various Voices: Prose, Poetry, Politics and the unavoidable The Cambridge Companion to Harold Pinter.
Harold Pinter's site: http://www.haroldpinter.org.

Pemenang nobel sastra 2005, Harold Pinter, semakin menambah daftar bacaan saya. Sebelumnya tak ada satu hal pun yang saya tahu tentangnya. Buku terakhirnya Death etc sepertinya menarik. Tapi, Pierre Assouline di dalam blognya http://passouline.blog.lemonde.fr/livres/ menyebut beberapa karya lainnya Betrayal, Le Guardian (The Caretaker?), Ashes to Ashes, Le Retour (The Homecoming?) . Assouline juga menyebut buku lain yang memperkenalkan kita pada dunia Pinter: Autres voix oleh Bouchet-Chastel. Di Amazon, ada dua buku lain yang menarik: Various Voices: Prose, Poetry, Politics dan yang tak terhindarkan The Cambridge Companion to Harold Pinter.
Situs resmi Harold Pinter : http://www.haroldpinter.org.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Friday, October 14, 2005

L'Attentat oleh Yasmina Khadra


Kalau ada konflik pasca perang dunia kedua yang paling banyak menyita perhatian, maka konflik itu adalah konflik Israel-Palestina. Lingkaran setan kekerasan sepertinya
tidak pernah berhenti bergerak. Pertarungan David-Goliath antara anak-anak kecil Palestina yang melempari tank Israel dengan batu, dibalas dengan semburan api dari sang tank.
Keputusasaan lalu mengundang generasi berikutnya melakukan apa yang sering disebut sebagai terorisme: melakukan bom bunuh diri, di restoran, cafe, halte bus, atau di dalam bus itu sendiri. Korbannya? Lagi-lagi orang-orang tak bersenjata, beberapa juga anak kecil, melawan bom. Hasilnya bisa diduga, tak lama kemudian tempat tinggal keluarga kamikaze tersebut dibuldozer, kalau saja masih ada yang bisa dibuldozer dan tank serta pesawat akan melakukan pembalasan di daerah perang. Lalu, kejadian kembali terulang: lahirlah kamikaze lain dan rumah lain yang dibuldozer, pemboman balasan, dan seterusnya dan seterusnya.

Telah banyak cerita tentang konflik ini, jutaan lembar surat kabar dilumuri tinta -- yang ini berwarna hitam bukan merah seperti di daerah konflik -- memenuhi lembaran-lembaran surat kabar, majalah, cerpen, novel, roman, pamflet-pamflet. Berjam-jam sudah memenuhi berita televisi, film dokumenter, sampai propaganda dibuat tentang konflik ini. Ribuan kursi, meja, pengeras suara, telah jadi saksi debat dan diskusi seputar konflik. Sang konflikpun telah melahirkan pemenang nobel yang tak mampu mengurangi suhu panas konflik.


Masih adakah tempat bagi lembaran-lembaran kertas baru untuk dilumuri tinta seputar konflik ini? Ah, selagi konflik tetap menjadi bagian keharian mereka, tentu saja. Masihkah menarik? Sepertinya, masih.Ini terbukti dengan munculnya kisah, yang luar biasa menariknya,
Amine Jaafari.Ia adalah dokter bedah Palestina yang dinaturalisasi Israel, tinggal di Tel Aviv.

Sebagai Arab, adalah suatu perjuangan tersendiri untuk sukses meraih gelar akademis sebagai
dokter bedah di perguruan tinggi Israel. Selagi di sekolah, rekan-rekanya memandangnya
dengan kecurigaan natural dan menganggapnya sebagai ancaman bagi tingkat hidup mereka. Tak banyak yang menerimanya dengan baik, salah satunya adalah Kim Yehuda, perempuan yang kuliah di tempat yang sama dengannya tapi tiga angkatan lebih muda. Selepas dari sekolah ia bekerja di sebuah rumah sakit di Tel Aviv sebagai ahli bedah dan penghargaan demi penghargaan ia raih atas kerja kerasnya di bidang ilmu pengetahuan dan atas dedikasinya. Ia meraih kehormatan di rumah sakitnya dan juga di kesehariannya. Kediamannya di daerah terbaik di Tel Aviv di tempat hanya orang-orang sangat berada yang mampu membeli sebuah rumah di sana. Pasiennya sangat menghargainya, sampai salah seorang inspektur polisi tingkat tinggi di Israel pun menjadi sahabat baiknya.

Amine menikah dengan seorang Arab, Sihem, wanita yang cantik dengan pengalaman pahit selama masa kecilnya. Kim, lalu menjadi sahabat terdekatnya, salahnya sendiri memilih seorang Rusia menjadi kawan hidupnya, yang kemudian meninggalkannya.

Sebagai seorang dokter di Tel Aviv, ia terbiasa untuk menangani kasus-kasus urgen seperti pemboman di restoran atau di bus. Juga hari itu, seorang memiliki ide cemerlang untuk masuk ke sebuah restoran fast food dan melakukan bom bunuh diri di tengah pesta ulang tahun anak-anak belasan tahun. Sekitar dua puluh orang tewas. Rumah sakit disibukkan dengan kedatangan korban-korban yang cedera. Tangisan, rintihan, teriakan para korban memenuhi rumah sakit. Para dokter, Amine dan Kim juga, sibuk menangani korban. Salah seorang korban yang sakit, karena rasa sakitnya, berteriak-teriak agar ia segera ditangani. Ia menarik rambut seorang perawat untuk memaksanya memeriksanya. Di sisi lain, seorang anak kecil meninggal tepat ketika dokter Amine baru saja hendak memerikasanya. Seorang korban yang tak dapat ditangani oleh seorang perawat, diserahkan pada dokter Amine. Begitu mendengar namanya disebut oleh sang perawat, si korban memberontak "Saya tak mau diperiksa oleh seorang Arab, jangan sentuh saya". Ia bahkan tak lupa meludahi sang dokter, tentu saja ludah yang dikeluarkan oleh orang yang dalam posisi tertidur akan menjatuhinya kembali layaknya bumerang. Total hari itu, banyak pasien yang berhasil diselamatkan oleh Amine, tapi beberapa orang tak dapat diselamatkannya. Kim tak jauh berbeda, tak kurang dari tiga orang korban meninggal tak dapat ditolongnya.

Hari itu menjadi demikian melelahkannya, dan setelah hampir saja seorang korban tak dapat diselamatkannya, ia memutuskan untuk pulang ke kediamannya. Sihem, istrinya, tak menyambutnya hari itu, ia sedang mengunjungi kakek neneknya. Tak lama setelah ia tiba di rumahnya, seorang inspektur polisi meneleponnya untuk kembali ke rumah sakit. Di rumah sakit ini, ia diberi tahu tentang kabar meninggalnya Sihem oleh bom bunuh diri hari itu. Lebih buruk lagi ...
adalah Sihem sendirilah pelaku bom bunuh diri.

Yasmina Khadra, penulis novel, menuliskan cerita ini dalam bukunya L'Attentat atau Penyerangan dalam bahasa Indonesia. Ia memutuskan untuk memulai cerita dari situ. Ia menulis bagaimana Amine pada awalnya tak dapat menerima kenyataan bahwa istrinya adalah pelaku bom bunuh diri. Kemudian, ia melanjutkan evolusi Amine yang kemudian merasa tak mengerti bagaimana istrinya yang tinggal bersamanya, serba keberadaan, mampu melakukan aksi pembunuhan anak-anak yang tengah merayakan ulang tahun. Sampai usaha Amine untuk mencari tahu sebab prilaku Sihem.

Sayapun mengikuti kisah Amine ini langkah demi langkah. Kisah perjalanannya ke Bethlehem untuk mencari tahu, kesulitannya menemui seorang imam di sana, sampai akhirnya diskusinya dengan salah seorang komandan perang setempat. Kisah demi kisah, pertemuan demi pertemuan, perubahan demi perubahan dalam diri Amine. Perjalanannya ke sisi lain (ke Palestina), ditemani oleh sahabat setianya, seorang dokter perempuan Yahudi, Kim, didukung oleh inspektur tinggi polisi Israel... demikian menariknya membuat saya hanya butuh dua hari untuk menyelesaikan buku bertebal 268 halaman ini.

Saya semakin sadar bahwa masalah di lingkungan konflik itu sedemikian konfliknya, dan bahwa seorang wanita yang melakukan bunuh diri di restoran fast food tempat anak-anak belasan tahun merayakan ulang tahun, adalah sebuah masalah kompleks yang tak mudah untuk dilihat begitu saja dari luar.

L'Attentat saat ini dinominasikan untuk meraih hadiah sastra di Prancis, salah satu yang paling bergengsi, atau mungkin yang paling bergengsi, Prix Goncourt 2005. Saya merasa karya ini layak untuk dapat penghargaan semacam itu, tapi tentu saja saya harus baca karya-karya lain yang juga dinominasikan....


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Tuesday, October 11, 2005

Lire Magazine, October 2005


Magazine Lire or Reading is a French magazine about books to read and anything around, but mainly book reviews. The reviews are not only fiction book, but also humour, psychology, philosophy, history.Not limited to reviews, it also has a section on author, that's also interesting.

This October, I found from the magazine that the following books may be interesting:
French roman:

1. Les pays immobiles, Bayon.
2. Trois jours chez ma mere, Francois Weyergans.
English Roman:
1. Shalimar the Clown in English or Shalimar Le Clown in French, Salman Rushdie.
2. State of the Union or Les charmes discrets de la vie conjugale, Douglas Kennedy.
Foreign Roman, non English:
1. L'interieur de la nuit, Leonora Miano, a Cameroonian writer.
2. Neige, Orhan Pamuk, translated from Turkish from Kar.
Humour:
Kuru, Thomas Gunzig.
History
Goulag, une Histoire , translated from Gulag in English, Anne Applebaum.

What if I have to order on what I really want:
1. Kuru
2. L'interieur de la nuit
3. Shalimar the Clown
4. Les pays immobiles
5 Gulag


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Monday, October 10, 2005

18e Festival du Livre, Mouans Sartoux



Last Saturday we went to 18e Festival du Livre , 18th Book Festival, at Mouans-Sartoux, about twenty minutes by bus from Le Cannet. It was our first visit to the festival, and we benefited from our appartement location that was not that far from Mouans-Sartoux.

There were several well-known names invited to the festival on that Saturday. Jose Bove, the leader of the rural movements and a very well-known intermondialmism, and Max Gallo, a French historian, Bernard Weber, a very popular French fiction writer, and Amos Gitai, an Israelian film producer, to name a few.


When we arrived, we went to Strada, a cinema used as an auditorium, where Bernard Weber was interviewed on his new book Le Souffle des Dieux. We saw a quite a long queue of people to enter the building.After wandering around several minutes around Strada, and wondered whether we wanted to enter or not, we finally decided to go to children section behind the Strada.

Despite of the entry price that was quite expensive, 3 Euros, there were a lot of people, with children, in the section. There were a lot of books presented here, and some writers were presents and they all were ready to talk to you and to sign books you bought. Our son was not that enthusiastic though which was understandable since the crowd might be unsupportable for him. Nevertheless, he showed his interest on a book Fenouil , a small rabbit. It seems that his teacher has already introduced him to the series. We bought one book of the series, Fenouil, Reviens! and the illustrator Ève Tharlet generously drew an illustration of Fenouil and signed the book.

In the meantime, there were Jose Bove in the speaker. He spoke at café littéraire, not very far from Strada. We moved to the café littéraire to have a look on the literatures presented there. On the way to the café littéraire, we saw a long queue of people to see a debat under Naître femme, un délit mondial ? title.
When we entered the café littéraire, Jose Bove has just finished his interview. It didn't really matter for us, because we were there not especially for him. Like in the children section, there were an impressive number of writers wait for you ready to sign your books. And they were not local writers, some of them had even several literature prizes, others have best seller books!

The first books really caught my eyes were the books of an egyptian Sonallah Ibrahim, especially his newest book, Amrikanli: Un Automne à San Fransisco, or Amrikanli, an Autumn in San Fransisco a translated book from Egyptian Arab. In the mean time, it was Yasmina Khadra, on the speaker. He is an Algerian writer and he was presenting his new book l'Attentat or The Attack. He was an interesting person and had an energics way to answer the interviewer. Later, I knew that the book was in the top ten of selling in October of Lire magazine, and his other books Les Hirondelles de Kaboul or The Swallows of Kabul and A quoi rêvent les Loups, or What do Wolfs Dream Of (the book was translated to Wolf Dreams) to have an interesting success. I decided to buy the L'Attentat and the author, Mohammed Moulessehoul -- his real name -- signed the book. Just next to Yasmina Khadra, a highly-reputed writer that Jean-Pierre Milovanoff was also there with his newest book, Le Pays de Vivants.

My wife was interested in other writer, Jack Boland, he was rewarded to last year festival Prix L'Inedit for his book, Revers de Mémoire, freshly published last week. She was also interested to a Chinese writer Xinran with her book Chinoises (English version of this book:
The Good Women of China), unfortunately she was not there (she was in a debat in other building).

Finally, we took some times to have a look on some bouiquinists very well represented outside the building. There were nothing special to mention except that some old Diderot books, some classical books and comics.
In addition, my son could no longer support the crowd.

Summary
Interesting books:
1. Amrikanli: Un Automne à San Fransisco, Sonallah Ibrahim
2. L'Attentat, Yasmina Khadra
3. Les Hirondelles de Kaboul, Yasmina Khadra
4. Le Pays de Vivants Jean-Pierre Milovanoff
5. Revers de Mémoire, Jack Boland
6. Chinoises, Xinran
7. Pour la désobéissance civique, José Bové


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Saturday, October 08, 2005

Le Livre de Saphir, Gilbert Sinoué


Saya sudah menyebut buku ini di sebuah message di blog ini hampir setahun yang lalu. Saya mengetahui buku ini seingat saya dari Amazon. Sebenarnya, buku ini bukanlah buku yang saya cari waktu itu, melainkan La Confrérie des Eveillés nya Jacques Attali. Dari sana, saya tahu keberadaan buku Le Livre de Saphir Gilbert Sinoué ini. Saya tahu buku
La Confrerie des Eveillés dari acara televisi Vol de Nuit nya Patrick Poivre d'Arvor.
Seorang pereview (di Amazon?) mengungkapkan kemiripan tema La Confrérie des Eveillés dengan buku Le Livre de Saphir, bahkan
dia lebih menyarankan buku Sinoue ketimbang Attali. Karena itulah saya lebih memilih buku Sinoué pada akhirnya.


I have already mentioned the book in one of my message in this blog about almost a year ago.
As far as I remember, I know the existence of the book from Amazon (.fr of course).
I didn't intend to get into this book directly, it was another book that of my interest, La Confrerie des Eveilles of
Jacques Attali. From the book site in the Amazon, I found this Le Livre de Saphir of Gilbert Sinoue.
I knew La Confrerie des Eveilles from a television program called Vol de Nuit of Patrick Poivre d'Arvor.
A reviewer (at Amazon?) revealed a similarity of theme between La Confrérie des Eveillés and Le Livre de Saphir.
The reviewer even recommends the latter than the former book. That's the reason why I bought the Sinoue's finally.

Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli buku ini, karena sebelumnya kami memutuskan memilih Andalusia sebagai tujuan perjalanan kami berikutnya, mungkin April 2006. Mungkin buku-buku lain tentang Andalusia akan menyusul setelah ini.

Buku ini bersetting Spanyol abad ke 15, tepatnya sekitar tahun 1487. Masa itu adalah periode terakhir kekuasaan Arab di Spanyol sebelum sepenuhnya jatuh ke tangan Fernando d'Aragon dan pasangannya Isabelle of Castile tahun 1492 ditandai dengan jatuhnya Granada. Pasangan Fernando-Isabelle ini menghadirkan kembali Inquisition, organisme yang memaksakan kemurnian agama dan menghukum para penentangnya. Autodafé atau penghukuman dengan membakar hidup-hidup para penentang (heresie, murtad) menjadi pembuka kisah ini.

Aben Baruel, seorang Yahudi yang berpindah agama ke agama Kristen di bawah tekanan kekuasaan Spanyol saat itu, adalah salah seorang tereksekusi di autodafé yang dijelaskan cukup rinci di awal novel ini. Ia dieksekusi karena tetap melaksanakan ritual agama Yahudi meskipun ia telah berpindah agama. Upacara Autodafé itu terselenggara di Toledo, pada 28 April 1487, disaksikan oleh teman dekat ratu Isabelle of Castille, donna Manuela Vivero. Manuela Vivero, seorang wanita berusia 34 tahun, dikenal sebagai wanita yang berkecerdasan tinggi dan sangat mendalami literatur. Ia terpaksa meninggalkan autodafé itu karena tak kuasa melihat penderitaan para terhukum, tepat pada saat Aben Baruel hendak dieksekusi.

Beberapa saat sebelum eksekusi itu, Aben Baruel ingin meninggalkan sebuah buku, tepatnya sebuah batu tulis, terbuat dari safir yang di atasnya tertulis rahasia Kebenaran. Buku itu sendiri, yang merupakan bagian legenda Yahudi, adalah buku yang ada sejak Adam dan diturunkan ke banyak nabi-nabi, tentu disebutkan dalam tradisi Yahudi, Noah, Abraham, Jacob, Lévi, Moses, sampai Solomon, atau Sulaiman dalam tradisi Islam. Solomon, yang dalam tradisi Islam dikenal sebagai raja Jin, kemudian dikenal sebagai nabi yang memiliki kebijakan yang sangat mendalam, salah satunya berkat buku safir ini. Kemudian buku safir ini seolah-olah lenyap untuk kemudian muncul kembali pada seseorang biasa, bukan nabi, bernama Itzhak Baruel. Itzhak Baruel ini pun menurunkan pula buku ini pada keturunan-keturunannya, sampai Haïm Baruel, ayah Aben Baruel. Demikianlah buku ini akhirnya tiba pada Aben Baruel.

Ketika Aben Baruel menerima buku ini, tidak satu katapun tertulis di atasnya, dan karenanya ia pada mulanya menganggap bahwa buku ini tidaklah istimewa dan kemudian ia cendrung melupakannya. Sampai pada suatu ketika, sebuah kejadian metafisika terjadi dan sekonyong-konyong kalimat demi kalimat seakan muncul dari buku ini: Kebenaran, untuk kemudian tulisan-tulisan itu tertelan lenyap kembali.

Begitu mengetahui eksekusinya, Aben Baruel hendak menurunkan buku safir ini kepada para sahabat dekatnya. Namun ia tak dapat begitu saja memberikan pada mereka, dengan alasan yang hanya diketahui olehnya sendiri. Ia menyembunyikan buku tersebut di suatu tempat, dan memberi petunjuk pada para sahabatnya dengan serangkaian teka-teki. Para sahabanya itu adalah Samuel Ezra, seorang rabin Yahudi, Ibn Sarrag, seorang teologian Arab, dan Rafael Vargas, seorang rahib. Kedua orang pertama tinggal di Granada, sedangkan Rafael Vargas berkedudukan di Monaster Rabida, tak jauh dari Huelva. Baik Granada dan Huelva adalah dua kota bagian dari Andalusia.

Untuk dapat memecahkan teka-teki Aben Baruel, ketiga tokoh utama ini harus mengerahkan segala kemampuan teologis dan filosofi mereka. Ezra dengan Toratnya, Ibn Sarrag dengan Al Qurannya, dan Vargas dengan Injilnya. Seluruh teka-teki itu hanya dapat dipecahkan oleh orang-orang yang mengetahui secara mendalam ketiga kitab tersebut.

Teka-teki yang disampaikan Aben Baruel itu membutuhkan ketiganya untuk melakukan perjalanan berkeliling ke beberapa tempat di Spanyol. Perjalanan mereka inilah yang kemudian menjadi cerita utama buku ini. Sepanjang perjalanan, yang pada dasarnya sudah sangat sulit karena dilakukan pada masa peperangan, berbagai kesulitan mereka hadapi. Mulai dari sulitnya teka-teki Baruel, beberapa persoalah pribadi para tokoh, fanatisme keberagamaan, sampai permasalahan politik, terutama otoritas religius yan merasa terancam dengan kegiatan mereka. Di tengah perjalanan ini mereka bertemu pula dengan Manuela Vivero, yang diyakini memegang kunci terakhir teka-teki, dan kemudian bergabung dengan ketiga pria tersebut.

Tak hanya kesulitan yang mereka temui, tapi juga pertemuan-pertemuan yang menarik. Salah satu tokoh menarik yang mereka temui adalah Don Cristobal Colon, seorang pelaut Genoa yang mereka temui di monaster Rabida, dan kemudia kembali mereka temui di salah satu kota yang mereka datangi. Proyek sang pelaut ini adalah simbol dimulainya pelayaran-pelayaran Spanyol ke seluruh dunia, dan mengubah sejarah dunia sejak itu. Mereka membantu sang pelaut dalam memperkenalkan proyeknya ke kerajaan atas nama pengembangan ilmu pengetahuan.

Demikianlah kisah besar novel ini, sebuah kisah luar biasa tentang toleransi antara ketiga agama di dalam setting historis yang sering terlupakan. Semangat untuk menemukan kebenaran mengalahkan perbedaan di dalam diri mereka... Ezra dan Sarrag digambarkan sering melakukan ibadah pada saat yang bersamaan, di mana Ezra menghadapkan dirinya ke Jerussalem, sedangkan Sarrag ke Mekkah. Perdebatan teologis yang menyegarkan antar mereka bertiga, kemudian berempat, juga menunjukkan toleransi yang mendalam. Buku yang sangat layak untuk dibaca dan dibaca ulang, juga karena penyajian yang menarik dari Sinoué.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Sunday, October 02, 2005

Pintu oleh Fira Basuki

This message is my personal appreciation on Pintu, or Door or perhaps Gate, a novel written by a young Indonesian writer Fira Basuki. It is a story about a Javanese, Indonesian, called Bowo and his metaphysics and modernity adventure mixed together. The novel is written in popular Indonesian, and with such an interesting theme should have been able to be a very nice novel. However, some parts of the novel suffer from caricatural and cliché exposition that may hinder the readers to better appreciate the novel.

Kelaparan saya akan karya sastra terbaru Indonesia membuat saya tertarik pada pengarang-pengarang yang juga baru. Tidaklah mengasyikkan membaca lagi-lagi Kuntowijoyo, Seno Gumira Ajidarma, Putu Wijaya, Mangunwijaya, Pram. Saya ingin baca yang lain. Ayu Utami? Saman telah terbaca dan saya belum ingin membacanya kembali.

Fira Basuki. Sepertinya menarik. Di sampul belakang buku ada komentar Arswendo Atmowiloto dan yang terpenting Sapardi Djoko Darmono. Tak ragu, saya pikir mungkin Fira Basuki merupakan pendatang baru yang akan sama menggemparkan seperti Ayu Utami.

Buku ini bercerita tentang seorang pemuda, Bowo, yang juga berperan sebagai narator tunggal novel ini. Sang tokoh dipaparkan sebagai seseorang yang memiliki mata ketiga, mata yang mampu melihat lebih dari hal-hal yang kasat mata. Cerita-cerita metafisik mendominasi novel ini. Semenjak dari kelahirannya , perjalanannya ke makam leluhurnya -- yakni Sunan Kalijaga --, persahabatannya dengan jin, pelet, reinkarnasi, hantu seorang perempuan cantik bernama Anna, voodoo, kisah-kisah dari Tibet, pertemuannya dengan seorang gadis kecil yang memanggil seperti mantan kekasihnya yang telah meninggal dilebur jadi satu. Semua itu dicampur dengan simbol-simbol kemodernan, yakni Amerika, informatika, email.

Bowo sendiri digambarkan sebagai seorang yang cerdas, nakal, dan berkarakter seperti seorang yang diyakini mempengaruhinya, Sunan Kali jaga. Bowo menceritakan sedikit masa sekolahnya di Jakarta, kemudian dilanjutkan pengalaman berkuliahnya di ITB, dan akhirnya perkuliahannya di Chicago.
Kebanyakan tokoh dalam novel ini adalah perempuan. Adik Bowo, June. Kekasihnya, Putri. Ibunya. Eyangnya, dipanggil Yanti. Seorang wanita yang tergila-gila padanya, Erna. Kekasihnya yang lain, Paris, seorang istri dari suami yang ringan tangan. Sampai istrinya, Aida.

Penulis membentuk karakter-karakter para perempuan itu dengan menceritakan hubungannya dengan mereka dan penceritaan inilah yang membentuk novel Pintu ini. Penceritaan Bowo menggunakan bahasa yang -- mengutip Sapardi-- lancar, yang pada dasarnya adalah bahasa Indonesia sehari-hari, bukan sepenuhnya bahasa baku. Mode penceritaan semacam ini mampu membuat cerita mengalir dengan lancar layaknya air, dan tak kalah valid dengan penggunaan bahasa daerah seperti yang sering dilakukan, misalnya, oleh Kuntowijoyo atau NH Dini.

Penceritaan yang menarik, tema yang khas, dan penguasaan penulis tentang latar metafisik, sebenarnya menjanjikan sebuah novel yang baik.
Hanya saja, patut disesalkan, keutuhan cerita agak dipaksakan. Ini terlihat dari saat Bowo melakukan hubungan seksual dengan Erna. Bagi mereka berdua, hubungan seks yang baru saja mereka lakukan adalah kali pertama, dan semua terjadi seolah-olah kecelakaan. Namun, untuk menjaga keutuhan cerita, tiba-tiba diceritakan bahwa Bowo menggunakan kondom. Ah, itu semua untuk menjaga agar Erna tidak hamil?

Yang tak kalah mengganggunya adalah penggunaan karikatur-karikatur yang diulang dan di daur ulang. Seseorang yang belajar ilmu komputer tak akan jauh dari hacker adalah stereotipe yang sering muncul, demikian pula penggambaran perpeloncoan di ITB yang juga sangat karikatural.
Tak kalah mengganggunya adalah kecendrungan penulis melalui sang pencerita, Bowo, menceritakan banyak hal. Ketika Bowo menggambarkan Chicago melalui suratnya untuk June, pembaca seolah membaca selebaran petunjuk wisata mengaburkan keindahan Chicago menjadi sesuatu yang dibaca oleh setiap orang.
Atau mungkin, penulis ingin menggambarkan kemampuan Bowo yang biasa-biasa saja, sehingga karikatur adalah caranya bercerita? Sepertinya, itu suatu kemungkinan yang layak saja.

Akhirnya, saya menganggap novel ini biasa-biasa saja, belumlah sekelas Samannya Ayu Utami atau karya-karya penulis yang saya sebut di awal message ini.


Read more/ Suite / Selengkapnya!