Faire une Pause - Timeout - Rehat

The blog contains mainly my reading activity, -- in broader sense, it includes watching film for example -- experience and my personal appreciation on what I read. Basically, I will read books in one of the three (so far) languages: Indonesian, English, French, then I will write the comment on other language than the text I read, at least I'll try to do so.

o

Sunday, December 10, 2006

Les Soldats de Salamine, Javier Cercas



[Les Soldats de Salamine, novel Javier Cercas. 237 halaman. Actes Sud, 2002. Pertama kali diterbitkan oleh Tusquets Editor, Barcelona 2001. Judul asli Soldados de Salamina. Diterjemahkan dari Spanyol oleh Elisabeth Beyer dan Alexander Grujicic.]

Setelah minggu lalu saya selesai baca Javier Cercas A la vitesse de la lumière, minggu ini buku Cercas yang lain yang baru saja saya selesaikan. Buku yang satu ini berjudul Les Soldats de Salamine, atau Serdadu dari Salamin. Perang Salamin, sejauh yang saya tahu adalah perang yang terjadi di Yunani sekitar 480 sebelum masehi. Tapi, meski Les Soldats de Salamine bercerita tentang perang sipil Spanyol tahun 1936 hingga 1939. Perang sipil Spanyol itu terjadi antara kubu republikan dan kubu nasionalis-fasis, yang dipimpin oleh Franco. Kubu nasionalis memenangi perang ini dan sejak saat itu Franco menjadi presiden diktator Spanyol hingga 1975.

Cercas mengambil sudut yang menarik dalam Les Soldats de Salamine ini. Novelnya ini berpusat pada kisah eksekusi mati yang gagal Rafael Sànchez Mazas. Rafael Sanchez Mazas adalah salah seorang tokoh politik kepercayaan Franco, yang di akhir perang sipil ditahan di Collell, tidak jauh dari Barcelona. Di sana, kubu republik memutuskan untuk mengeksekusi semua tahanan Collell sebelum mundur ke perbatasan Prancis karena desakan kubu nasionalis yang hampir memenangi perang Spanyol itu. Rafael Sanchez berhasil lolos dari eksekusi dan menyelamatkan diri ke hutan di daerah itu. Di hutan ini, dia bertemu dengan orang-orang yang menyelamatkannya dengan menyembunyikannya tak jauh dari farm yang sudah tidak dihuni lagi.

Narator novel ini tidak lain Cercas sendiri, yang melakukan penceritaan seputar eksekusi tersebut enam puluh tahun kemudian. Cerita yang mengambil bentuk new naration ini pada awalnya terasa lambat dan membingungkan dengan banyak kejadian dan tokoh-tokoh perang Spanyol yang mungkin tidak akrab bagi kebanyakan pembaca di luar Spanyol. Namun, lama kelamaan, cerita berkembang menjadi menarik, dengan nada yang tenang, terkadang melankolis, hingga pada akhir novel mau terbentuklah sebuah novel yang utuh dan luar biasa.

Bila minggu lalu kita membicarakan Cercas dan perang Vietnamnya, Cercas dan perang Spanyol di Les Soldats de Salamine mestinya lebih dekat dan lebih intim. Dengan bercerita tentang seorang fasis, novel ini mengambil sudut yang berani, yang mungkin tidak semua orang mau melakukannya. Tapi, novel ini mampu bercerita dari sudut seorang fasis, tanpa berpihak, tanpa menolak apa yang terjadi pada masa Franco. Novel ini mampu memberi nuansa lain dari perang sipil yang satu itu.

Seperti pada A la vitesse de la lumière, narator banyak menyampaikan perbincangannya dengan tokoh-tokoh yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan cerita. Hampir semua disampaikan dengan kata-kata yang enak dibaca:

Je me souvins de Miguel Aguirre et dis:
- C'est possible. Mais toute les guerres sont pleines d'histoires romanesques, n'est-ce pas?
- Seulement pour celui qui ne vit pas.


Saya ingat Miguel Aguirre, lalu saya berkata:
"Mungkin saja. Seluruh perang penuh dengan cerita yang layak untuk diangkat sebagai cerita, bukan?"
"Hanya bagi yang tidak mengalaminya"

Begitulah, Javier Cercas dengan dua novelnya di blog ini. Sebenarnya Cercas menulis lebih dari kedua novel ini, tapi Soldados de Salamina dan La velocidad de la luz adalah dua novel yang mengantarnya dikenal oleh dunia di luar Spanyol.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home