Faire une Pause - Timeout - Rehat

The blog contains mainly my reading activity, -- in broader sense, it includes watching film for example -- experience and my personal appreciation on what I read. Basically, I will read books in one of the three (so far) languages: Indonesian, English, French, then I will write the comment on other language than the text I read, at least I'll try to do so.

o

Sunday, December 17, 2006

Sans nouvelles de Gurb, Tanpa Kabar dari Gurb, Eduardo Mendoza

[Sans nouvelles de Gurb. Eduardo Mendoza, 1990. 125 halaman. Diterbitkan pertama kali di Prancis tahun 1994 oleh Seuil. Diterjemahkan dari Spanyol Sin noticias de Gurb oleh François Masero. Diterbitkan pertama kali di Barcelona oleh Edition Seix Barral 1991]

Setelah dua novel Javier Cercas, kali ini penulis kontemporer Spanyol yang lain yang muncul di sini. Eduardo Mendoza. Eduardo Mendoza terkenal di Prancis dengan bukunya yang terbit tahun 1988 La Ville des prodiges yang bercerita tentang Barcelona. La Ville des prodiges mendapat penghargaan sebagai novel asing terbaik di Prancis pada tahun itu. Nah, saya tidak membaca La Ville des prodiges , tapi buku Mendoza yang lain yang lebih baru: Sans nouvelles de Gurb, atau Tanpa kabar dari Gurb.


Sans nouvelles de Gurb adalah sebuah novel kecil sederhana yang bercerita tentang kota Barcelona. Jenis novel Sans nouvelles de Gurb adalah novel komedi satire. Mendoza memilih narator dan tokoh "makhluk luar angkasa" yang mendarat di Barcelona untuk semakin memperkuat sisi komedi dan satire novel ini. Tema yang diangkat juga bermacam-macam, mulai dari perbedaan antara daerah kaya dan miskin di Barcelona, kejahatan, turis, cinta, shopping, kehidupan bertetangga, perbankan, sampai imigrasi.

Ini contoh kutipan yang menggambarkan satire tentang pemerintah Barcelona:

Il pleut a seaux. La pluie de Barcelone rassemble à l'activité de son Conseil municipal: elle est rare, mais quand elle tombe, elle est d'une brutalité stupéfiante.

Hujan turun sangat deras. Hujan di Barcelona mirip aktivitas pemerintah daerah: jarang, tapi begitu ada,aktivitasnya muncul dalam bentuk yang luar biasa brutalnya.

Cerita paling lucu di buku ini buat saya adalah saat tokoh utama bertemu dengan seorang imigran Cina yang bertujuan hendak ke San Fransisco, tapi karena kapalnya kecelakaan harus mendarat di Barcelona. Karena dia tidak belajar huruf latin, maka dia tidak tahu bahwa dia mendarat di Barcelona, bukannya San Fransisco. Setiap hari dia mencari-cari Golden Gate, tanpa hasil tentu saja.

Begitulah kira-kira isi novel komedi yang satu ini. Lucu. Di sana-sini terlihat agak berlebihan, tapi tak apa, yang penting di banyak bagian yang lain, komedi yang disajikan lumayan menghibur.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Sunday, December 10, 2006

Les Soldats de Salamine, Javier Cercas



[Les Soldats de Salamine, novel Javier Cercas. 237 halaman. Actes Sud, 2002. Pertama kali diterbitkan oleh Tusquets Editor, Barcelona 2001. Judul asli Soldados de Salamina. Diterjemahkan dari Spanyol oleh Elisabeth Beyer dan Alexander Grujicic.]

Setelah minggu lalu saya selesai baca Javier Cercas A la vitesse de la lumière, minggu ini buku Cercas yang lain yang baru saja saya selesaikan. Buku yang satu ini berjudul Les Soldats de Salamine, atau Serdadu dari Salamin. Perang Salamin, sejauh yang saya tahu adalah perang yang terjadi di Yunani sekitar 480 sebelum masehi. Tapi, meski Les Soldats de Salamine bercerita tentang perang sipil Spanyol tahun 1936 hingga 1939. Perang sipil Spanyol itu terjadi antara kubu republikan dan kubu nasionalis-fasis, yang dipimpin oleh Franco. Kubu nasionalis memenangi perang ini dan sejak saat itu Franco menjadi presiden diktator Spanyol hingga 1975.

Cercas mengambil sudut yang menarik dalam Les Soldats de Salamine ini. Novelnya ini berpusat pada kisah eksekusi mati yang gagal Rafael Sànchez Mazas. Rafael Sanchez Mazas adalah salah seorang tokoh politik kepercayaan Franco, yang di akhir perang sipil ditahan di Collell, tidak jauh dari Barcelona. Di sana, kubu republik memutuskan untuk mengeksekusi semua tahanan Collell sebelum mundur ke perbatasan Prancis karena desakan kubu nasionalis yang hampir memenangi perang Spanyol itu. Rafael Sanchez berhasil lolos dari eksekusi dan menyelamatkan diri ke hutan di daerah itu. Di hutan ini, dia bertemu dengan orang-orang yang menyelamatkannya dengan menyembunyikannya tak jauh dari farm yang sudah tidak dihuni lagi.

Narator novel ini tidak lain Cercas sendiri, yang melakukan penceritaan seputar eksekusi tersebut enam puluh tahun kemudian. Cerita yang mengambil bentuk new naration ini pada awalnya terasa lambat dan membingungkan dengan banyak kejadian dan tokoh-tokoh perang Spanyol yang mungkin tidak akrab bagi kebanyakan pembaca di luar Spanyol. Namun, lama kelamaan, cerita berkembang menjadi menarik, dengan nada yang tenang, terkadang melankolis, hingga pada akhir novel mau terbentuklah sebuah novel yang utuh dan luar biasa.

Bila minggu lalu kita membicarakan Cercas dan perang Vietnamnya, Cercas dan perang Spanyol di Les Soldats de Salamine mestinya lebih dekat dan lebih intim. Dengan bercerita tentang seorang fasis, novel ini mengambil sudut yang berani, yang mungkin tidak semua orang mau melakukannya. Tapi, novel ini mampu bercerita dari sudut seorang fasis, tanpa berpihak, tanpa menolak apa yang terjadi pada masa Franco. Novel ini mampu memberi nuansa lain dari perang sipil yang satu itu.

Seperti pada A la vitesse de la lumière, narator banyak menyampaikan perbincangannya dengan tokoh-tokoh yang terlibat langsung atau tidak langsung dengan cerita. Hampir semua disampaikan dengan kata-kata yang enak dibaca:

Je me souvins de Miguel Aguirre et dis:
- C'est possible. Mais toute les guerres sont pleines d'histoires romanesques, n'est-ce pas?
- Seulement pour celui qui ne vit pas.


Saya ingat Miguel Aguirre, lalu saya berkata:
"Mungkin saja. Seluruh perang penuh dengan cerita yang layak untuk diangkat sebagai cerita, bukan?"
"Hanya bagi yang tidak mengalaminya"

Begitulah, Javier Cercas dengan dua novelnya di blog ini. Sebenarnya Cercas menulis lebih dari kedua novel ini, tapi Soldados de Salamina dan La velocidad de la luz adalah dua novel yang mengantarnya dikenal oleh dunia di luar Spanyol.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Sunday, December 03, 2006

Javier Cercas, A la vitesse de la lumière


[A la vitesse de la lumière, Pada kecepatan cahaya, novel Javier Cercas, Actes Sud, 2006. Diterjemahkan dari Spanyol oleh Elisabeth Beyer dan Alexander Grujicic. Berjudul asli La velocidad de la luz, Tusquets Editores, Barcelona, 2005]

Mungkin perang merupakan tema yang paling sering diangkat oleh sastra. Tidak mengejutkan memang, karena perang adalah bencana kemanusiaan yang terbesar, dan sayangnya tidak bisa dilepaskan dari sejarah manusia. Selalu ada yang bisa diceritakan dari perang, tentang manusia yang terlibat, konflik batin pelakunya, heroisme, ataupun korban perang itu sendiri.

Novel A la vitesse de la lumière juga menceritakan tentang perang. Perang yang diangkat di sini adalah perang Vietnam. Novel ini bercerita tentang salah seorang pelaku perang Vietnam, Rodney Falk, yang pada awal novel bekerja di sebuah universitas di Urbana, Amerika Serikat, bersama narator, seorang pengajar sastra Spanyol.


Cerita tentang perang Vietnam itu sendiri tidak banyak kita temukan di novel ini. Dari novel ini kita lebih banyak mengikuti bagaimana kehidupan Rodney diubah oleh perang itu sendiri, tak henti dihantui oleh masa lalu, dan perubahan demi perubahan dalam hidup Rodney, yang baik dan yang buruk. Rodney yang dikenal di daerah tempat tinggalnya, seorang anak muda brilian sebelum panggilan yang diterimanya untuk perang ke Vietnam.

Novel ini bukan saja tentang perang, tapi juga tentang persahabatan, tentang kematian, tentang keluarga, tentang istri, anak, singkatnya tentang kemanusiaan. Novel ini juga bercerita tentang bagaimana sastra mampu menyuarakan semua nilai itu, tanpa hipokrisi, tanpa malu-malu. Sastra juga mampu menyelamatkan hidup manusia, meski di saat yang sama sastra tak mampu menyelamatkan Hemingway dari bunuh diri.

Dengan sudut pandang seorang sahabat, yang juga memiliki cerita hidupnya sendiri, novel ini sekali lagi lebih dari sekedar novel yang menceritakan perang. Novel ini bercerita juga tentang kesulitan hidup seorang penulis, tentang kesulitannya menghadapi kesuksesan. Apalagi Rodney, sang rekan berpendapat bahwa penulis adalah pekerjaan kotor, pekerjaan yang hanya dilakukan oleh orang yang tidak mampu melakukan hal lain selain bercerita, pekerjaan yang membuat seorang Hemingway bunuh diri?

Javier Cercas adalah seorang penulis yang tinggal di Gerone, tak jauh dari Barcelona. Selain di Urbana, sebagian besar novel ini mengambil setting Barcelona. Bisa jadi narator novel ini tak lain dari Cercas sendiri.

Novel Cercas sebelumnya Les Soldats de Salamine (Actes Sud 2002) merupakan novel pertamanya yang diterjemahkan dan menjamin karier internasionalnya. Novel A la vitesse de la lumière sendiri tengah diterjemahkan ke dalam dua puluh bahasa, dan dalam bahasa Inggris berjudul The Speed of Light (2007?). Bila novel pertamanya disambut dengan baik, maka novel A la vitesse ini diyakini jauh lebih hebat.


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Saturday, December 02, 2006

Bret Easton Ellis (5/5 - habis): Blank Fiction


+ Ellis dikenal memperkenalkan jenis fiksi baru?
- Ya. Namanya blank fiction, atau fiksi kosong. Sering disebut juga breatpack. Novel-novel breatpack dapat dikenali dari temanya yang berbicara tentang dekadensi dan kebrutalan sosial. Sering pula disebut 'fiction of insurgency', 'new narrative', 'blank generation fiction', 'downtown writing', 'punk fiction', 'downtown writing', 'punk fiction'.

+ Ellis satu-satunya penulis fiksi kosong?
- Tidak, tapi dia merupakan tokoh sentralnya, bersama dengan Jay McInerney. Selain mereka berdua ada sederetan penulis lain yang dianggap beraliran fiksi kosong: Donna Tartt, Susanna Moore, Douglas Coupland, Sapphire, Katherine Texier, Mark Leyner, Ray Shell, Evelyn Lau, Dennis Cooper, Lynne Tillman, Gary Indiana, Don Delillo, and Joel Rose. Mereka semua menulis fiksi yang berfokus pada kehidupan anak muda Amerika (20-30 tahun), bercerita tentang kehidupan kota dan berfokus pada hubungan antara individual dan budaya konsumerisme. Yang juga khas dari mereka adalah alur cerita yang lebih lemah, tidak kuat seperti Toni Morisson misalnya. Alur novel mereka juga semakin memperkuat kesan kosong, karena hampir tidak ada awal, tengah, dan akhir yang kuat. American Psycho dan Less Than Zero misalnya, lebih mirip seperti kumpulan cerpen ketimbang novel yang utuh. Meski begitu, tetap saja kedua novel itu lebih berarti bila dibaca dari awal sampai akhir, tidak acak seperti kumpulan cerpen.

+ Jadi ciri khas fiksi kosong adalah kekerasan, konsumerisme, seks, dan narkotika?
- Ya. Narkotika mungkin hanya khas Ellis, karena penulis yang lain tidak sekuat Ellis dalam bercerita tentang narkotika. James Annesley dalam bukunya Blank Fictions menyebut lima tema penting fiksi kosong: kekerasan, seks, shopping, merek, dekadensi.

+ Kekerasan dan seks sebenarnya bukan dominasi fiksi kosong?
- Betul. Kita kenal banyak film yang mengangkat kekerasan dan seks ekstrem. Quentin Tarantino dengan Pulp Fictionnya dan Kill bill misalnya. Lalu kita bisa sebut juga Sin City. Lalu ada juga Sex, Lies, and Videotape karya Soderberg, Crash karya David Cronenberg, masih banyak lagi.

+ Anda menyebut Jay McInerney. Ellis dan McInerney sepertinya saling kenal?
- Ya. Mereka berdua sepertinya bersahabat baik. Bukan saja mereka bekerja untuk penerbit yang sama, mereka berdua dapat dikatakan sebagai pendiri fiksi kosong tahun 80-an.

+ Sudah baca McInerney?
- Belum. Tapi tertarik tentu saja. A Good Life novel McInerney terbaru yang muncul tahun 2006 mendapat sambutan sama baiknya dengan Lunar Park. Tapi karya McInerney yang terkenal itu Bright Lights, Big City (1986) dan Brightness Falls (1992). McInerney dan Ellis menggunakan simbol-simbol yang sama seperti kokain, Wall Street, dan pakaian bermerk. Mereka berdua disebut Annesley banyak mengangkat politik deregulasi dan pasar bebas Reagan.

+ Ellis bahkan menggunakan tokoh-tokoh yang muncul di novel McInerney.
- Ya. Tokoh Alison Poole yang diciptakan McInerney dalam novelnya, Story of My Life (1988), digunakan dalam Glamorama. Lebih jauh lagi, McInerney sendiri menjadi salah satu tokoh dalam Lunar Park. Tidak mengejutkan memang, karena Lunar Park bercerita tentang Bret Easton Ellis sendiri.

+ Seluruh penulis fiksi kosong menggunakan sudut pandang orang pertama?
- Saya kurang tahu, tapi seluruh novel Ellis menggunakan sudut pandang orang pertama. Menurut saya dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, kita bakal semakin lebih masuk ke dalam fiksi Ellis. Seperti yang saya sebut, dengan sudut pandang orang pertama kita semakin merasakan karakter kosong Patrick Bateman di American Psycho yang suka melupakan tokoh-tokoh di novel itu. Sudut pandang orang pertama yang tidak berusaha membangun cerita yang utuh, tapi lebih bertutur untuk bertutur, narator yang tidak bisa dipercaya, semakin memperkuat kesan kosong novel Ellis.

+ Ellis sendiri berpendapat seperti itu?
- Dalam sebuah wawancaranya Ellis pernah ditanya mengapa dia selalu menulis dari sudut pandang orang pertama. Ellis jawab karena dia menulis bukunya dengan cara lebih emosional ketimbang intelektual. "Saya selalu mulai dari sensasi dan sentimen. Keduanya kemudian berubah menjadi ide dan akhirnya menjadi tokoh. Saya membangun buku saya berdasarkan itu semua: cara narator saya melihat tokoh-tokoh lain, hal-hal di sekelilingnya, apa yang menarik baginya, dan cerita yang akan datang padanya."

+ Anda tadi menyebut James Annesley dan bukunya "Blank Fictions". Selain buku itu ada bahan lain yang menarik tentang Ellis?
- Karya Thomas Fenaert "Emptiness in the novels by Bret Easton Ellis" yang bisa diakses di Internet juga menarik: http://angellier.biblio.univ-lille3.fr/etudes_recherches/memoire_fenaert.html.

+ OK, kita hampir selesai. Mau memberi kutipan-kutipan lagi?
- Ya. Lagi-lagi dari American Psycho. Ada yang belum saya kutipkan di sini, yaitu adegan pembunuhan. Ini dia salah satu adegan pembunuhan. Di kutipan ini kita bisa lihat pentingnya peran narator dan juga kaitan yang erat antara konsumsi dan kekerasan:
"In an attempt to understand these girls I'm filming their deaths. With Torry and Tiffany I use a Minox LX ultraminiature camera that takes 9.5mm film, has a 15mm f/3.5 lens, an exposure meter and a built in neutral density filter and sits on a tripod".

+ Wah, ya, ya. Saya setuju sekali. Itu tadi campuran antara katalog kamera dan kekerasan.
- Ya. Patrick Bateman tidak lagi bisa membedakan antara dunia nyata manusia dengan katalog. Dia melakukan pembunuhan sambil merinci-rinci spesifikasi teknis kamera.

+ Ada lagi?
- Ya. Ini monolog Ellis yang merupakan gambaran apa yang ada di benaknya:
"Shirt from Charivari. Fussili I am thinking. Jami Gertz I am thinking. I would like to fuck Jami Gertz. Porche 911. A Sharpei I am thinking. I would like to own a Sharpei. i am twenty-six years old I am thinking. i will be twenty-seven next year. A Vallium. I would like a Valliam. No two Vallium I am thinking. Cellular phone I am thinking"


+ Ada kutipan soal merek?
- Ya. Ini dari Less Than Zero, perhatikan bahwa di sini merek mengambil peranan penting. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya tokoh-tokoh Ellis tidak memakai jas, tapi memakai Armani, tidak mengendarai mobil, tapi mengendarai BMW, tidak ke toko, tapi ke Neiman Marcus:
"My mother has spent most of this time probably at Neiman Marcus, and m siters have gone to Jerry Magnin ... I sit at the bar at La Scala Boutique bored out my mind, smoking, drinking red wine. Finally my mother drives up in her Mercedes and parks the car in front of La Scala and waits for me."

+ Tapi kutipan yang paling menarik ...
- This is No Exit, Dissapear here, dan People are afraid to merge.

+ Buku berikut Ellis?
- Kabarnya dia tengah menulis novel tentang Clay, tokoh yang muncul di Less Than Zero. Novelnya yang satu ini bisa dibilang menceritakan Clay dua puluh tahun kemudian.

+ Menarik. Ellis bisa mendapat Bookers atau Nobel?
- Jangan bercanda.

+ OK, OK. Ada lagi yang mau disampaikan?
- Sudah. Sudah cukup. Saya sedang cari buku McInerney, mudah-mudahan dapat.

+ O,ya. Sudah nonton film yang diangkat dari novel Ellis?
- Less Than Zero, ya.

+ OK. Mungkin kita bisa bahas di diskusi Apsas.
- Ya.

+ Terima kasih. Ada pintu ke luar?
- (Senyum).


Read more/ Suite / Selengkapnya!

o

Friday, December 01, 2006

Bret Easton Ellis (4/5) : Lunar Park


Bagi kebanyakan orang, Lunar Park dianggap karya terbaik Bret Easton
Ellis. Di Prancis sini, Lunar Park bahkan mendapat penghargaan dari
majalah Lire sebagai buku terbaik tahun 2005. Pemberian penghargaan
itu sendiri cukup mengejutkan, karena jarang sekali karya terjemahan
mengalahkan karya lokal.

Orang beranggapan di Lunar Park Bret Easton Ellis telah menemukan
bagaimana menulis karya sastra tanpa harus meledak-ledak. Lunar Park
memang terasa lebih kalem, berwibawa, dan bertujuan ketimbang
novel-novel Ellis sebelumnya.

Ini saya sadurkan dari majalah Lire sewaktu Lunar Park diumumkan
sebagai pemenang (Lire edisi Desember 2005):

"
Tokoh Lunar Park bernama Bret Easton Ellis, seorang penulis yang
dikenal dengan karya American Psycho dan Less Than Zero. Pada awal
novel kita seolah disuguhi oleh otobiografi Bret Easton Ellis, narator
sekaligus penulis. Di sana, Bret Easton Ellis narator melakukan flash
back, menceritakan tahun-tahun kesuksesannya, ketika novel-novelnya
mengantarnya ke kesuksesan yang luar biasa. Tapi, tak lama kemudian,
cerita berubah drastis dari otobiografi menjadi fiksi tatkala Bret
Easton Ellis di novel bermetamorfosis menjadi seorang ayah, yang hidup
lebih teratur, tinggal bersama istri dan dua orang anaknya di daerah
chic di Midland. Di rumah inilah cerita berkembang. Bret Easton Ellis
didatangi oleh hantu ayahnya. Di seputarnya berkeliaran hantu ayahnya
dan suasana yang dekat dengan kematian sang ayah beberapa tahun
sebelumnya. Sementara itu, di Amerika muncul seorang pembunuh berseri
yang melakukan pembunuhan-pembunuhan yang mirip sekali dengan apa yang
diceritakan dalam American Psycho. Dari sini cerita berubah menjadi
cerita a la Stephen King dengan Bret Easton Ellis yang bingung,
tersiksa oleh hantu ciptaannya sendiri, di sebuah villa luks yang
berubah menjadi rumah hantu. Cerita ini mungkin saja merupakan sebuah
alegori hidup penulisnya sendiri, oleh masa kanak-kanaknya yang
terganggu, dan oleh karya-karyanya sendiri yang "diabolic". Mengambil
bentuk sebuah thriller, Lunar Park adalah cerita tentang peperangan
melawan diri sendiri, yang menjadikannya novel yang berkarakter kuat.
Meski novel ini lebih bercerita tentang Ellis, tema uang dan kehidupan
superfisial, tetap berada dalam koridor Ellis.
"

Dalam sebuah wawancara, Ellis mengaku bahwa Lunar Park diciptakannya
sebagai rasa hormatnya pada Stephen King. Berbeda dengan novel-novel
sebelumnya, Lunar Park lebih dapat dibaca, dalam artian novel ini
berawal, lalu jalan, dan akhirnya meraih akhir. Kesan ini tidak kita
dapat di novel-novelnya yang lain.

Berikut potongan wawancara Ellis lain tentang Lunar Park(Magazine
Litteraire Desember 2005):
+Anda membaca juga Stephen King -- Lunar Park terinsipirasi dari
Stephen King. Bacaan Anda cukup aneh...
- Ya, tapi orang hanya mengingat sisi buruk Stephen King. Stephen King
bukan sekedar buku horor, Shining berakhir dengan baik, tak banyak
orang yang sadar.
+ Di Glamorama, Anda terinsipirasi thriller spionase. Lunar Park,
horor. Anda bermain-main dengan dua genre ini?
- Ya, mungkin saja suatu hari saya terinspirasi roman detektif, black
roman, opera sabun... Tapi tidak akan dari science-fiction, entah
kenapa saya tidak tertarik dengan science-fiction. Mungkin karena
agak berjarak dengan naturalisme, dan saya menganggap diri saya
sebagai naturalis. Science fiction adalah genre sastra yang tidak
pernah membuat saya tersentuh, tidak tahu kenapa. Bahkan Philip K
sekalipun tak pernah saya anggap serius.
.
.
.
+ Lunar Park adalah otobiografi yang luar biasa fiktif tapi sekaligus
personel. Kita cukup menghilangkan elemen fantastis dari novel itu
untuk menemukan kisah masa kecil Anda.
- Tokoh Bret Easton Ellis itu saya sekaligus ayah saya. Pernikahan
dalam buku itu adalah contoh pernikahan yang terinsipirasi dari orang
tua saya, tapi jujur saja, pernikahan orang tua saya jauh lebih buruk.
Dan di sana, sayalah yang menjadi anak.
+ Lunar Park juga novel dengan narasi yang lebih klasik. Dalam
novel-novel pertam Anda, tokoh-tokoh Anda hidup dalam setting yang
sama dan berputar-putar yang membuat kita sulit untuk mendapatkan
keseluruhan cerita, dengan awal, tengah, dan akhir. Dengan mengambil
tokoh yang lebih dewasa, yang tentunya memiliki masa lalu dan masa
depan, Anda lebih bebas dalam menulis seperti novel klasik.
- Ya, setelah menjadi tua, kita sadar bahwa hidup sebenarnya memiliki
cerita. Bahwa ada awal, dan ada akhir. Tapi sebenarnya alasannya jauh
lebih sederhana, saya ingin menulis cerita hantu, tidak lagi satire
Amerika konsumerisme, dan untuk cerita semacam itu ada kode-kode
penulisan yang harus kita patuhi, ada cerita, deskripsi, suspense,
klimaks, kesimpulan, dan lain-lain.
+ Di Lunar Park tidak ada adegan seks yang membuat Anda memiliki
reputasi sebagai seorang heretik?
- Masalah untuk adegan semacam itu, ada usia yang membuat Anda tidak
mungkin lagi menulis adegan semacam itu tanpa membuat Anda seperti
orang tua yang menyebalkan. Lalu, adegan seks adalah adegan yang
sangat sulit untuk ditulis. Saya selalu menghindari penulisan dengan
metafor, karena metafor meruntuhkan segalanya "Buah dadanya terlihat
sebagai dua buah ranum" dan seterusnya. Itu jelek sekali. Hanya ada
dua kemungkinan adegan seks: klinik atau pornografi.
+ Lunar Park Anda tujukan untuk dua orang yang telah meninggal, yang
dekat dengan Anda, ayah Anda dan teman-teman Anda.
- Setelah apa yang saya alami, saya sekarang paham bahwa harus optimis
untuk bisa maju dalam hidup, tak ada gunanya menjadi seorang pesimis.
Kematian teman saya membuat saya optimis - optimis bukan berarti
bahagia - kematian mereka mengingatkan betapa rapuhnya nilai-nilai
hidup. Kedengarannya idiot ya? Maaf, tapi begitulah.


Read more/ Suite / Selengkapnya!