Faire une Pause - Timeout - Rehat

The blog contains mainly my reading activity, -- in broader sense, it includes watching film for example -- experience and my personal appreciation on what I read. Basically, I will read books in one of the three (so far) languages: Indonesian, English, French, then I will write the comment on other language than the text I read, at least I'll try to do so.

o

Saturday, October 08, 2005

Le Livre de Saphir, Gilbert Sinoué


Saya sudah menyebut buku ini di sebuah message di blog ini hampir setahun yang lalu. Saya mengetahui buku ini seingat saya dari Amazon. Sebenarnya, buku ini bukanlah buku yang saya cari waktu itu, melainkan La Confrérie des Eveillés nya Jacques Attali. Dari sana, saya tahu keberadaan buku Le Livre de Saphir Gilbert Sinoué ini. Saya tahu buku
La Confrerie des Eveillés dari acara televisi Vol de Nuit nya Patrick Poivre d'Arvor.
Seorang pereview (di Amazon?) mengungkapkan kemiripan tema La Confrérie des Eveillés dengan buku Le Livre de Saphir, bahkan
dia lebih menyarankan buku Sinoue ketimbang Attali. Karena itulah saya lebih memilih buku Sinoué pada akhirnya.


I have already mentioned the book in one of my message in this blog about almost a year ago.
As far as I remember, I know the existence of the book from Amazon (.fr of course).
I didn't intend to get into this book directly, it was another book that of my interest, La Confrerie des Eveilles of
Jacques Attali. From the book site in the Amazon, I found this Le Livre de Saphir of Gilbert Sinoue.
I knew La Confrerie des Eveilles from a television program called Vol de Nuit of Patrick Poivre d'Arvor.
A reviewer (at Amazon?) revealed a similarity of theme between La Confrérie des Eveillés and Le Livre de Saphir.
The reviewer even recommends the latter than the former book. That's the reason why I bought the Sinoue's finally.

Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli buku ini, karena sebelumnya kami memutuskan memilih Andalusia sebagai tujuan perjalanan kami berikutnya, mungkin April 2006. Mungkin buku-buku lain tentang Andalusia akan menyusul setelah ini.

Buku ini bersetting Spanyol abad ke 15, tepatnya sekitar tahun 1487. Masa itu adalah periode terakhir kekuasaan Arab di Spanyol sebelum sepenuhnya jatuh ke tangan Fernando d'Aragon dan pasangannya Isabelle of Castile tahun 1492 ditandai dengan jatuhnya Granada. Pasangan Fernando-Isabelle ini menghadirkan kembali Inquisition, organisme yang memaksakan kemurnian agama dan menghukum para penentangnya. Autodafé atau penghukuman dengan membakar hidup-hidup para penentang (heresie, murtad) menjadi pembuka kisah ini.

Aben Baruel, seorang Yahudi yang berpindah agama ke agama Kristen di bawah tekanan kekuasaan Spanyol saat itu, adalah salah seorang tereksekusi di autodafé yang dijelaskan cukup rinci di awal novel ini. Ia dieksekusi karena tetap melaksanakan ritual agama Yahudi meskipun ia telah berpindah agama. Upacara Autodafé itu terselenggara di Toledo, pada 28 April 1487, disaksikan oleh teman dekat ratu Isabelle of Castille, donna Manuela Vivero. Manuela Vivero, seorang wanita berusia 34 tahun, dikenal sebagai wanita yang berkecerdasan tinggi dan sangat mendalami literatur. Ia terpaksa meninggalkan autodafé itu karena tak kuasa melihat penderitaan para terhukum, tepat pada saat Aben Baruel hendak dieksekusi.

Beberapa saat sebelum eksekusi itu, Aben Baruel ingin meninggalkan sebuah buku, tepatnya sebuah batu tulis, terbuat dari safir yang di atasnya tertulis rahasia Kebenaran. Buku itu sendiri, yang merupakan bagian legenda Yahudi, adalah buku yang ada sejak Adam dan diturunkan ke banyak nabi-nabi, tentu disebutkan dalam tradisi Yahudi, Noah, Abraham, Jacob, Lévi, Moses, sampai Solomon, atau Sulaiman dalam tradisi Islam. Solomon, yang dalam tradisi Islam dikenal sebagai raja Jin, kemudian dikenal sebagai nabi yang memiliki kebijakan yang sangat mendalam, salah satunya berkat buku safir ini. Kemudian buku safir ini seolah-olah lenyap untuk kemudian muncul kembali pada seseorang biasa, bukan nabi, bernama Itzhak Baruel. Itzhak Baruel ini pun menurunkan pula buku ini pada keturunan-keturunannya, sampai Haïm Baruel, ayah Aben Baruel. Demikianlah buku ini akhirnya tiba pada Aben Baruel.

Ketika Aben Baruel menerima buku ini, tidak satu katapun tertulis di atasnya, dan karenanya ia pada mulanya menganggap bahwa buku ini tidaklah istimewa dan kemudian ia cendrung melupakannya. Sampai pada suatu ketika, sebuah kejadian metafisika terjadi dan sekonyong-konyong kalimat demi kalimat seakan muncul dari buku ini: Kebenaran, untuk kemudian tulisan-tulisan itu tertelan lenyap kembali.

Begitu mengetahui eksekusinya, Aben Baruel hendak menurunkan buku safir ini kepada para sahabat dekatnya. Namun ia tak dapat begitu saja memberikan pada mereka, dengan alasan yang hanya diketahui olehnya sendiri. Ia menyembunyikan buku tersebut di suatu tempat, dan memberi petunjuk pada para sahabatnya dengan serangkaian teka-teki. Para sahabanya itu adalah Samuel Ezra, seorang rabin Yahudi, Ibn Sarrag, seorang teologian Arab, dan Rafael Vargas, seorang rahib. Kedua orang pertama tinggal di Granada, sedangkan Rafael Vargas berkedudukan di Monaster Rabida, tak jauh dari Huelva. Baik Granada dan Huelva adalah dua kota bagian dari Andalusia.

Untuk dapat memecahkan teka-teki Aben Baruel, ketiga tokoh utama ini harus mengerahkan segala kemampuan teologis dan filosofi mereka. Ezra dengan Toratnya, Ibn Sarrag dengan Al Qurannya, dan Vargas dengan Injilnya. Seluruh teka-teki itu hanya dapat dipecahkan oleh orang-orang yang mengetahui secara mendalam ketiga kitab tersebut.

Teka-teki yang disampaikan Aben Baruel itu membutuhkan ketiganya untuk melakukan perjalanan berkeliling ke beberapa tempat di Spanyol. Perjalanan mereka inilah yang kemudian menjadi cerita utama buku ini. Sepanjang perjalanan, yang pada dasarnya sudah sangat sulit karena dilakukan pada masa peperangan, berbagai kesulitan mereka hadapi. Mulai dari sulitnya teka-teki Baruel, beberapa persoalah pribadi para tokoh, fanatisme keberagamaan, sampai permasalahan politik, terutama otoritas religius yan merasa terancam dengan kegiatan mereka. Di tengah perjalanan ini mereka bertemu pula dengan Manuela Vivero, yang diyakini memegang kunci terakhir teka-teki, dan kemudian bergabung dengan ketiga pria tersebut.

Tak hanya kesulitan yang mereka temui, tapi juga pertemuan-pertemuan yang menarik. Salah satu tokoh menarik yang mereka temui adalah Don Cristobal Colon, seorang pelaut Genoa yang mereka temui di monaster Rabida, dan kemudia kembali mereka temui di salah satu kota yang mereka datangi. Proyek sang pelaut ini adalah simbol dimulainya pelayaran-pelayaran Spanyol ke seluruh dunia, dan mengubah sejarah dunia sejak itu. Mereka membantu sang pelaut dalam memperkenalkan proyeknya ke kerajaan atas nama pengembangan ilmu pengetahuan.

Demikianlah kisah besar novel ini, sebuah kisah luar biasa tentang toleransi antara ketiga agama di dalam setting historis yang sering terlupakan. Semangat untuk menemukan kebenaran mengalahkan perbedaan di dalam diri mereka... Ezra dan Sarrag digambarkan sering melakukan ibadah pada saat yang bersamaan, di mana Ezra menghadapkan dirinya ke Jerussalem, sedangkan Sarrag ke Mekkah. Perdebatan teologis yang menyegarkan antar mereka bertiga, kemudian berempat, juga menunjukkan toleransi yang mendalam. Buku yang sangat layak untuk dibaca dan dibaca ulang, juga karena penyajian yang menarik dari Sinoué.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home