Faire une Pause - Timeout - Rehat

The blog contains mainly my reading activity, -- in broader sense, it includes watching film for example -- experience and my personal appreciation on what I read. Basically, I will read books in one of the three (so far) languages: Indonesian, English, French, then I will write the comment on other language than the text I read, at least I'll try to do so.

o

Sunday, February 12, 2006

Les amants du spoutnik, Haruki Murakami

[Les Amants du spoutnik, novel Haruki Murakami, diterbitkan di Prancis oleh Belfond, tahun 2003. Diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis dari Jepang oleh Corinne Atlan. Tebal: 276 halaman. Versi bahasa Inggris buku ini berjudul Sputnik Sweetheart ]


APA yang membuat sebuah karya enak dinikmati? Apa yang membuat lembar-lembar novel tak bisa ditinggalkan dan seolah memanggil untuk kembali membacanya, dan kemudian merajuk ketika kita tinggalkan karena tak mampu lagi berkonsentrasi dan melahap kalimat demi kalimat yang disuguhkan di dalamnya? Mungkin akan ada sejumlah teori, sejumlah hipotesis, dan sejumlah cerita yang mampu lebih kurang menjawab pertanyaan ini, tanpa akhirnya benar-benar menjawab. Mungkin akan muncul pertanyaan-pertanyaan lain atas jawaban yang diberikan, yang mestinya hanya akan memuaskan sedikit saja. Posting kali ini tidak cukup ambisius untuk berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, hanya ingin bercerita bahwa membaca Les amants du spoutnik atau Spoutnik Sweethearts sangat menyenangkan, dan tak banyak rajukan yang tercipta karena tak sering buku ini tertinggal begitu mulai pembacaan, sambil mereka-reka muasal sensasi menyenangkan yang tercipta itu.


Mengapa menyenangkan? Bukankah begitu pertanyaannya? Mungkin karena karakter-karakter dalam novel ini begitu dekat dengan para pembacanya. Pembaca Murakami mungkin adalah pembaca novel-novel lain, pendengar musik, orang yang suka bepergian (atau minimal suka berangan untuk bepergian) sehingga begitu Murakami megacu novel-novel lain dalam novelnya, menyebut komposisi musik membuat pembacanya segera merasa nuansa yang tercipta. Belum lagi tentang tempat-tempat yang dikunjungi, dan makanan-makanan yang dinikmati para tokohnya. Semua itu menyatu dan menciptakan ketakjuban bagi para pembacanya, saya di antaranya.

Jack Kerouac (suatu hari nanti karyanya akan tampil di blog ini, janji saya pada diri sendiri), penulis yang terkenal dengan On the road adalah penulis yang disukai oleh Sumire, karakter utama novel Les amants du spoutnik ini. Sumire adalah seorang penulis muda dan berbakat dan seorang pembaca novel sejati. Ia tak dapat lepas dari buku On the road dan Lonesome traveller Jack Kerouac ini. Setiap kali ada kesempatan, diulangnya bagian-bagian yang paling menyentuh dari novel dari penulis yang satu ini. Inilah bagian yang sangat ia sukai, bagian dari Lonesome traveller

Tak seorangpun akan meraih eksistensinya tanpa mengenal sekali saja kesendirian yang baik ini, meski ia membosankan, dalam sebuah tempat tak berpenghuni; kita hanya bergantung hanya pada diri kita sendiri, dan dengannya kita dapat mengenal kemampuan kita yang sesungguhnya dan masih tersembunyi.

Bagi Sumire menulis adalah kebutuhan. Ia mencitakan sebuah roman. Setiap hari ia menghasilkan tulisan di komputer laptopnya, tapi tanpa pernah benar-benar berhasil menghasilkan sebuah tulisan yang utuh untuk roman yang dicitakannya itu. Ia merasa ada sesuatu yang kurang, sesuatu yang tak ia miliki, sesuatu yang akan menjadikannya penulis sungguhan.

Sumire bukanlah seorang gadis pesolek. Tak pernah berrias, berpakaian seenaknya, tinggal di apartemen sempit, hidup seenaknya (a la Jack Kerouac?). Dia bukanlah seorang gadis yang menarik, biasa saja.

Tapi tidak buat K. K, narator utama novel ini, seorang laki-laki, guru muda, juga seorang penggemar novel, juga dari berbagai genre, klasik, avant-garde. Ia berhubungan dengan banyak perempuan, kebanyakan berusia jauh lebih tua darinya, termasuk dari orang tua muridnya sendiri. Meski demikian, K jatuh cinta pada Sumire, demikian juga sebaliknya. Hanya saja, Sumire mencintai K. tanpa menginginkan hubungan fisik dengannya, tapi tidak sebaliknya. K mencintai dan menginginkan Sumire secara fisik.

Karena Sumire jatuh cinta dan menginginkan hubungan fisik dengan Miu, seorang wanita berdarah Korea-Jepang. Miu adalah seorang pengusaha, pemilik perusahaan, terutama impor anggur dari Eropa, Prancis dan Italia. Ia sering bepergian untuk keperluan bisnisnya, terutama ke Eropa, tentu saja. Masa mudanya cukup misterius, tak banyak yang dapat diketahui darinya, selain bahwa ia pernah menikah, pernah belajar piano di Prancis, dan sempat menjadi pianis, untuk kemudian, secara tiba-tiba meninggalkan semuanya.

Miu bukanlah seorang pembaca buku, paling tidak, ia tidak banyak membaca buku saat dia bertemu Sumire. Kerouac disebutnya sebagai pencetus kelahiran aliran spoutnik, bukan beatnik, sesuatu yang membuat Sumire dan Miu tergelak pada pertemuan awal mereka, dan mencairkan hubungan antara keduanya: spoutnik yang bukan beatnik. Miu akhirnya mencitai Sumire juga, tapi tak ingin berhubungan fisik dengannya.

Miu menawarkan Sumire pekerjaan sebagai sekretarisnya, yang tentu saja diterima oleh Sumire karena ia sangat suka, jatuh cinta, pada Miu. Sejak saat itu hidup Sumire berubah. Dia tak lagi banyak menulis, dan lebih banyak bekerja bersama dan untuk Miu. Dikuasainya bahasa asing, terutama Italia, selain Spanyol yang telah ia kuasai sebelumnya. Karena kemampuannya inilah, Miu mempercayainya untuk melakukan perjalanan bisnis ke Eropa. Perjalanan yang sangat menarik dan menyenangkan.

Sampai satu saat di musim panas, ketika telepon K. berdering dan mengabarkan sesuatu yang gawat, yang memaksanya untuk terbang ke sebuah pulau indah, di Yunani.

*

Kekuatan novel ini berada pada tema: cinta yang tak termanifestasi, cinta yang melukai, cinta yang memunculkan kerapuhan hidup manusia. Dengan percintaan membingungkan dan rumit antara K, Miu, dan Sumire, pembaca dibawa kedalam keintiman setiap tokoh itu, dan tersihir oleh kemampuan penulisnya untuk menciptakan efek-efek yang dibuatnya dari cerita ini. Permainan simbol, percampuran antara mimpi dan kenyataan, memanjakan (atau menyiksa?) pembacanya, yang sudah dibuat dekat dengan para karakter melalui identifikasi karya-karya favorit tiap karakter, untuk kemudian memaksa pembacanya mengikuti kisah yang kuat dan menarik ini.

Kita dibawa ke bagian terintim, bagian paling tersembunyi setiap karakter. Keintiman inilah yang saya duga membuat novel ini begitu kuat.

Hanya sayangnya, membaca Murakami seolah membaca sebuah novel Eropa dengan karakter-karakter mengenakan nama Jepang. Deskripsi tentang Tokyo tak sekuat deskripsinya tentang pulau Yunani, tempat Miu dan Sumire bersama-sama, misalnya. Hampir tak ada penulis Jepang yang dikutip, baik oleh Sumire maupun K. Karena novel ini memang ditujukan (juga) untuk pembaca Eropa? Entahlah. Mengingatkan saya pada Orhan Pamuk yang juga tak banyak mengacu pada karya-karya Turki dalam Snow. Hanya saja, di novel ini, hampir tidak ada sesuatu yang khas Timur. Mungkinkah karena penulisnya sendiri lama tinggal di Amerika dan kehilangan kontak dengan sastra Jepang? Sayang.

*

O,ya. Mungkin ada yang bingung, kok tiba-tiba Murakami? Bukankah seharusnya sekarang giliran Je m'en vais nya Echenoz atau Trois jours chez ma mére nya Weyergans, atau bahkan Saturday nya Ian McEwan? Benar. Tapi, tiba-tiba saja saya mulai baca Les amants dan tak bisa berhenti. Begitulah, program di blog ini memang tak terlalu mengikat, hanya kira-kira, tapi nggak akan terlalu ngaco juga, kan?

7 Comments:

Blogger dob said...

lumayan deh udah bisa baca resensinya. Mudah-mudahan edisi indonesianya segera terbit...:)
abang benar, kekuatan Murakami memang kemampuannya membuat kita merasa dekat dengan tokoh-tokohnya dan kemampuannya menggambar suasana detail dan halus,
hmmm...dari karakter tokohnya, berarti hampir mirip dengan Norwegian Wood ya? review juga bukunya yang lain ya...:)

6:23 pm  
Blogger anriz said...

Ya, mudah-mudahan. Soal karya Murakami lainnya? Kita lihat saja, ya. Novelnya terbaru "Kafka on the shore" udah lama saya incar, tapi masih dalam pengumpulan dana nih... he ... he.

4:40 am  
Anonymous Anonymous said...

Kafka on the shore, karakter tokoh-tokohnya mirip sekali dengan yang ada di Norwegian Wood, tapi alur ceritanya agak-agak aneh (seperti biasa :-)), walaupun tidak seaneh the wind-up bird chronicle.BTW, akhirnya itu sebenarnya apa sih maksudnya, Sumire menghilang ke manakah?

8:43 pm  
Blogger anriz said...

Makasih infonya ibu indres. mudah2an dana buat Kafka on the shore segera terkumpul buat bisa segera baca.

(Perhatian!! Diskusi di bawah ini membicarakan bagian cerita)
Soal Sumire hilang ke mana. Bukankah dia hilang ke balik cermin? Seperti Alicenya Lewis Caroll di dalam "Through the looking glass" untuk kemudian kembali di akhir cerita?
Yang buat saya bingung adalah adegan di ruangan sekuriti supermarket itu. Apa kira-kira maksudnya ya? Apa ada maksud tersembunyi di balik adegan itu?

6:45 am  
Anonymous Anonymous said...

Kayanya ngga ada maksud tersembunyi, isinya memang cuma tentang masalah shoplifting. Murakami kan suka begitu...lagipula bagian itu kayanya perlu ada, supaya ada bagian si K ngobrol dengan Carrot.

7:35 pm  
Anonymous Anonymous said...

mudah2an edisi bahasa indonesianya segera terbit juga

3:42 am  
Anonymous Anonymous said...

tuuh..kan anonim lageee hehehe

3:43 am  

Post a Comment

<< Home