Faire une Pause - Timeout - Rehat

The blog contains mainly my reading activity, -- in broader sense, it includes watching film for example -- experience and my personal appreciation on what I read. Basically, I will read books in one of the three (so far) languages: Indonesian, English, French, then I will write the comment on other language than the text I read, at least I'll try to do so.

o

Sunday, May 28, 2006

La nuit sacrée Tahar ben Jelloun


[La nuit sacrée, novel Tahar ben Jelloun. 189 halaman. Diterbitkan oleh Seuil, September 1987. Meraih Goncourt tahun 1987. Telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh YOI dengan judul Malam Keramat]

"Hanya kebenaran yang penting.
Saat ini, saat renta, saya memiliki seluruh ketenangan yang dibutuhkan untuk hidup. Saya akan bicara, meletakkan kata demi kata dan waktu demi waktu. Saya merasa terbebani. Bukan terbebani oleh waktu, tapi oleh semua hal yang tak diucap, yang didiamkan, yang disembunyikan. "

Begitulah novel La nuit sacrée ini dibuka dengan kalimat-kalimat puitis. Hanya kebenaran yang penting. Kebenaran apa?

Novel ini berkisah tentang seorang perempuan yang pada saat berusia dua puluh tahun, tanggal 27 ramadhan, kehilangan ayahnya. Ayahnya menyembunyikan sebuah rahasia besar, yang disembunyikan, yang tak diucap, bahkan pada ibunya. Sang ayah, seorang yang menginginkan anak laki-laki dalam keluarga, mendapati kenyataan bahwa istrinya melahirkan dan melahirkan lagi anak perempuan. Karenanya, ketika si anak perempuan tokoh novel ini lahir, dia menyembunyikan kenyataan, menasbihkannya sebagai anak laki-laki bernama Ahmad.



Sejak lahir, dia hidup sebagai laki-laki. Membawa sebuah dusta dan tipu. Untuk memenuhi keinginan seorang ayah yang hanya ingin anak laki-laki setelah selalu mendapatkan anak perempuan sebelumnya. Mungkin untuk memenuhi keinginan paman-pamannya, keluarga besarnya, saudara dekat dan jauhnya, memenuhi keinginan tatanan sosial yang meletakkan laki-laki dalam posisi jauh lebih mulia ketimbang perempuan.

Kematian ayahnya di malam suci, malam 27 Ramadhan, secara simbolis melepaskannya dari seluruh dusta. Hanya kebenaran yang penting. Ia perempuan. Dan sejak saat itu ia akan hidup sebagai perempuan. Ditinggalkannya seluruh saudaranya, dan dia akan hidup sebagai perempuan. Tanpa dusta. Tanpa tipu. Tanpa sembunyi. Perempuan. Dengan segala resikonya.

Dengan segala resikonya. Termasuk resiko kehilangan keperawanannya saat dia berada sendiri di luar sana sebagai perempuan.

Begitulah kira-kira kisah novel ganjil La nuit sacrée ini. Novel ini mengisahkan hidup sang tokoh ketika dia harus hidup sebagai perempuan setelah dua puluh tahun menjadi lelaki. Novel yang berada di tataran nyata dan tak nyata (ah, saya tak mau menyebut surealisme, takut menyebut sesuatu yang tidak saya pahami), antara dunia mimpi dan dunia bangun. Kita akan disajikan pula oleh sebuah kisah cinta ganjil dan insestif seorang perempuan dengan saudara laki-lakinya. Kekerasan yang sangat mentah hingga sakitnya terasa oleh pembaca. Pembunuhan. Pemerkosaan. Penyiksaan. Semua ada, disampaikan dalam bahasa yang puitis tapi sangat muram.

***

Ah, tak biasanya saya menceritakan isi novel begitu panjang. Ya, karena memang novel ini memiliki kekuatan pada isinya. Bukan pada gayanya. Sudut pandangnya orang pertama, si perempuan. Plotnya hampir linear. Kekuatan novel ini memang pada isinya, dan juga pilihan katanya, suasananya, kemuramannya, kekerasannya. Semua bahan tersebut diolah oleh Ben Jelloun dengan luar biasa, dan membuat novel yang satu ini takkan terlupakan oleh pembacanya.

Namun bukan berarti novel ini sedemikian sederhana. Tidak. Novel ini memilki kompleksitas yang tinggi, yang butuh pemikiran yang tenang untuk dapat mengurai dunia yang diciptakan oleh Ben Jelloun.

Novel ini tentu saja tidak akan menjadi novel terakhir Ben Jelloun yang akan saya baca. Mungkin novelnya yang lain, L'enfant de sable yang merupakan novel pendahulu La nuit sacrée. Mungkin L'enfant de sable akan saya baca terlebih dahulu, sebelum Partir yang saya dapatkan dari Salon du livre Paris yang lalu.

3 Comments:

Anonymous Anonymous said...

menurutku, kisah novel ini absurd atau surealis gitu. Itu yang aku baca di versi terjemahan Indonesianya. Bukan jenis novel yang paham sekali baca :)

2:37 pm  
Blogger anriz said...

saya juga masih bingung dengan bagaimana mengartikan akhir novel ini. tapi yah, mungkin memang tidak ada artinya..

9:17 am  
Blogger Unknown said...

kak ada file tentang buku malam keramat ini nggak??? soalnya saya lagi ada tugas kampus untuk membahas isi dari novel terjemahan la nuit sacree

8:41 am  

Post a Comment

<< Home