Faire une Pause - Timeout - Rehat

The blog contains mainly my reading activity, -- in broader sense, it includes watching film for example -- experience and my personal appreciation on what I read. Basically, I will read books in one of the three (so far) languages: Indonesian, English, French, then I will write the comment on other language than the text I read, at least I'll try to do so.

o

Saturday, May 20, 2006

L'Amant Marguerite Duras

[L'Amant, novel Marguerite Duras, diterbitkan oleh Les Editions de Minuit tahun 1984. Edisi yang saya baca ini edisi cetakan tahun 2005. 141 halaman. Edisi bahasa Inggris buku ini berjudul The Lover]

Sehabis membaca Emily L. dan Moderato Cantabile yang disampaikan dengan gaya narasi yang santai, dengan suasana bar di dekat pantai atau di dekat sungai, saya diam-diam berharap menemukan cara bercerita yang serupa di L'Amant, yang disebut-sebut sebagai buku terbaik Marguerite Duras.

Ternyata tidak.

Karena L'Amant (The Lover) ternyata disajikan dengan narasi yang menghentak-hentak, energis, penuh ketidakteraturan, abstrak, tapi tetap terukur sehingga komposisinya memunculkan buku yang jauh lebih bertenaga. Kalau membaca kedua buku pertama seperti mendengar balada Miles Davis, maka membaca L'Amant laksana mendengar musiknya yang lain, yang lebih cepat dan bertenaga seperti di album Miles Davis Birdland 1951.


Ya, ya. Anda mungkin protes bahwa novel-novel Duras sebenarnya cukup menghentak, termasuk Emily L dan Moderato Cantabile. Tapi, buat saya L'Amant jauh lebih menghentak dan lebih mengejutkan. Dan juga menimbulkan rasa sakit yang jauh lebih dalam, omong-omong. Sudut pandang yang berubah-ubah dengan cepat, dari orang pertama dan orang ketiga, bercampurnya setting waktu dan lokasi antara waktu kini (1984) dan lampau (1930-an), antara Paris dan Saigon membuat saya lebih dapat merasakan kepedihan yang dialami oleh tokoh utama novel ini.

Begitulah. Narator novel ini sepertinya tunggal, kerap mengacu dirinya sebagai orang pertama, tapi tak jarang mencampurnya menjadi orang ketiga. Dia (atau mereka?) sering pula mengacu orang yang sama dengan sebutan yang berbeda. Si Cina. Si kaya. Si Gadis, dan seterusnya. Sang narator melakukan narasi di Prancis, menceritakan pengalaman masa mudanya di Saigon.

Semua itu membuat novel ini terasa sangat asli. Tak banyak intervensi penulis yang ditujukan untuk mempermudah pembacanya memahami tulisannya. Asli, seolah kita mendengar kisah langsung dari sang penulis. Asli, seolah kita benar-benar masuk ke dalam benak penulis: penuh ketidakteraturan, tapi kaya.

Bagi saya ada tiga episode terpenting novel ini. Pertama adalah pertemuan sang tokoh, seorang gadis muda berkebangsaan Prancis berusia 15 tahun, dengan seorang lelaki kaya Cina di penyeberangan sungai Mekong. Percintaan mereka berdua di sebuah apartemen di pusat keramaian Saigon. Dan terakhir, perjalanan si gadis ke Prancis.

Episode pertama menceritakan sang gadis bertemu di sebuah penyeberangan sungai Mekong untuk menuju ke tempat tinggal ibunya. Di sana dia bertemu dengan seorang lelaki Cina berkendaraan limousine hitam lengkap dengan seorang supir. Mereka berdua kemudian jatuh cinta meski perbedaanS usia yang cukup penting, dan terutama usia sang gadis yang baru saja 15 tahun. Untuk memuaskan cinta mereka, mereka sering bertemu di sebuah apartemen di pusat kota Saigon, apartemen yang riuh rendah, yang dari dalamnya dapat terdengar dengan jelas apa yang terjadi di luar, bahkan bayangan orang lewatpun terlihat di pintu dan jendela apartemen.

Sang gadis sendiri bersekolah di Saigon dan tinggal di sebuah asrama. Sewaktu-waktu dia mengunjungi ibunya yang tinggal bersama kedua anak laki-lakinya, kakak dan adik tokoh utama. Ayah mereka sudah meninggal sejak lama, sejak si tokoh utama masih kecil. Si ibu digambarkan sangat menyayangi si anak terbesar, dan memanjakannya sepenuh hati. Bahkan, disebut-sebut bahwa si ibu tidak bunuh diri untuk anaknya yang satu itu. Akibatnya si anak lelaki menjadi manja dan menjadi musuh menakutkan bagi kedua anak yang lain.

Interaksi antara sang tokoh, yang mengenakan topi laki-laki di atas penyeberangan Mekong itu, dengan keluarganya, kisah cintanya yang tragis dengan lelaki Cina dengan mobil limousine berlatar Vietnam 30-an itulah yang disampaikan dengan indah, bertenaga, dengan tetap abstrak dan tak beraturan. Indah, tapi pahit. Pahit sekali.

***

Novel L'Amant ini mendapat penghargaan Goncourt pada tahun 1984, 12 tahun sebelum meninggalnya Marguerite Duras. Novel ini adalah atau paling tidak terinspirasi dari pengalaman pribadi penulis semasa tinggalnya di Vietnam. Secara kronologis, novel ini ditulis setelah Moderato Cantabile (1958) dan sebelum Emily L (1987).

Novel ini telah diangkat menjadi sebuah film, yang juga indah, dengan Jane March sebagai si gadis Prancis, dan Tony Leung sebagai kekasihnya. Film tersebut disutradarai oleh Jean-Jacques Arnaud, yang sudah saya tonton beberapa tahun yang lalu, dan setelah membaca novelnya, saya ingin menontonnya kembali.

3 Comments:

Blogger budibadabadu said...

saya suka Duras yang Le Square, 1955.

7:59 pm  
Blogger anriz said...

Le Square yah? Belum baca tuh. Buku Duras yang bakal saya baca berikutnya (setelah baca para penulis Swedia) mungkin Le ravissement de Lol V.Stein

7:25 am  
Anonymous Anonymous said...

Bonjour, Anriz! Je m'appelle Marylène. Je suis à la recherche du livre de Marguerite Duras "L'Amant" en bahasa indonesia pour l'offrir à un ami de Bali. Crois-tu qu'il existe une traduction? Dans quelle langue l'as-tu lu? Je te laisse l'url de mon blog dans msn: http://marylenedesign.spaces.live.com
Félicitations pour ton espace qui est très accueillant. Hasta luego!

11:38 pm  

Post a Comment

<< Home